Karena kan Surga Kita Bersaudara
Oleh: Hendrizon Bin (Alm) Nashruddin Zakaria
Menamatkan pendidikan di jenjang SLTA adalah suatu keharusan jika kita bercermin pada program wajib belajar 12 tahun. SD 6 tahun, SLTP 3 Tahun dan SLTA 3 Tahun. Tersebutlah kisah tiga orang pemuda yang menyandang nama Yanto, Sabri dan Hamid berebut ingin menjadi Kepala Desa (Kades) di suatu tempat yang bernama Desa Gojola.
“Aku tak mau kuliah cukup di kampung ini saja. Biar kuhabiskan umurku disini untuk ku semaikan amal baktiku dan seluruh jiwa raga ku buat orang-orang yang telah dekat dan mengenali perilaku ku sedari kecil, agar mudah aku memperbaikinya bila salah yang aku perbuat,”Ucap Sabri.
“Kalau aku, biarlah kutinggalkan kampung ini untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ingin ku tambahkan ilmu ku yang sedikit ini agar biar tetap hangat, sempurna, sampaikan ke kulit-kulitnya supaya tak mudah kita dibohongi dan biar kita tau pula apa yang harus kita lakukan seandainya satu persoalan mulai dibelokkan oleh para penjilat yang pandai memainkan dan memutarbalikkan suatu kebijakan padahal mereka mempunyai tujuan tertentu,” Ucap si Hamid.
“Aku pula biar pun tidak melanjutkan perkuliahan, tapi aku akan tetap terus belajar dari berbagai sumber seperti menjumpai para tokoh dan orang-orang penting yang memang mempunyai kapasitas keilmuan yang mumpuni, berpengalaman dan mau berbagi. Kemudian aku akan terus belajar secara mandiri karena itu lebih pas, sesuai dan tak ada unsur paksaan dari pihak lain,” Sahut Yanto tak mau kalah.
Kononnya desa Gojola dulunya adalah desa yang aman, damai dan tentram. Penduduknya mayoritas adalah sebagai petani karet. Hidup mereka berdampingan, rukun, tak ada unsur iri dan sakit hati serta tak ada satu pun saling mendengki. Namun disebabkan oleh kekuasaan lah mereka menjadi cerai berai, mudah di adu domba, mudah terbawa emosi bahkan senjata tajam pun akan ikut berbicara bila berselisih paham.
***
Hamid pun berangkat menuju kota Yogjakarta setelah sempurna menyelesaikan studinya di bangku SLTA. Tekadnya yang kuat, terus membawa dirinya pergi ke Kota Pelajar itu.
“Mak aku berangkat ke Yogyakarta siang ini. Segala perlengkapan dan bekal ke sana telah ku persiapkan tadi malam. Jerih payah menuntut ilmu pastilah akan kurasakan terlebih lagi di tempat orang. Mohon doa restunya semoga kepulanganku nanti kembali ke desa Gojola ini di catat sebagai orang yang berhasil dan sukses kemudian setiap orang di Desa Gojola ini akan merasakan manfaatnya,” Ujar Hamid pamit kepada ibunya.
“Siang ini nak……Mak tak dapat nak becakap banyak doo, hati-hati ditempat orang, jaga perilaku, jangan sakiti hati orang lain terlebih bila becakap. Selamatnya seseorang tergantung bagaimana Ia menjaga lidahnya. Elok budi lagi dikenang buruk tingkah laku akan ditendang. Harus jujur bila mau munjur, berkata bohong maka kita kan dipotong. Selagi hayat dikandung badan, Mak akan selalu mendoakan kau sebagai anak mak si mata wayang, dan yang terpenting sholat lima waktu jangan ditinggalkan,” Nasehat Aisyah ibunya Hamid kepada anaknya.
Akhirnya terjadilah dialog yang panjang antara Hamid dengan Aisyah. Hamid sebagai insan yang berilmu terus mendengarkan nasehat demi nasehat ibunya. Sementara Aisyah terus menyampaikan kata-kata yang penuh hikmah dan bijaksana. Ia sadar betul bahwa kepergian anaknya untuk menuntut ilmu pengetahuan ke Kota Pelajar DI Yogyakarta, harus sudah memiliki iman dan tekad yang mantap sebagai bekal nanti untuk dibawa mati.
Di dalam perjalanan Hamid menuju kota Yogjakarta, dipikirannya mulai terbayang kondisi kehidupan individualisme yang serba dilakukan sendiri. Dibenaknya terbayang akan susahnya mencari biaya untuk perkuliahan karena maklum orangtuanya hanyalah seorang petani karet.
Sewaktu di bangku SLTA Hamid dikenal sebagai siswa yang berprestasi dan rajin. Hamid pasti akan mencari tau apa yang belum diketahuinya serta akan selalu mencari sumber informasi dan kabar berita dari media elektronik seperti televisi, radio dan surat kabar lainnya.
Berbeda dengan cara yang di tempuh oleh Yanto. Walaupun ia tak melanjutkan pendidikannya di bangku perkuliahan, namun ia lebih memilih jalan pintas dan sederhana dengan bertanya langsung serta menimba ilmu dan pengalaman kepada para tokoh agama, tokoh masyarakat juga kepada para ulama dan para kiyai yang menurutnya patut untuk dijadikan tempat bertanya dan akan dapat menyelesaikan suatu masalah bila sedang di hadapi.
Usaha yang dilakukan Yanto, dengan mencoba menelusuri para pelaku sejarah di daerah tempat ia tinggal dan di daerah sekitar yang berdekatan dengan dimana ia tinggal. Dengan begitu Yanto merasa Ia lebih mudah menceritakan kronologi suatu masalah dan menyelesaikan setiap masalah .
Berbeda dari lainnya, si Sabri memilih dengan untuk tidak melanjutkan perkuliahan dan tidak mau menanyakan kepada tokoh agama dan masyarakat bila tengah menghadapi masalah. Sabri lebih memilih dengan caranya sendiri dalam memberikan solusi tentang apa yang terlintas dipikirkannya. Biasanya jalan pikiran si Sabri sulit untuk mengerti dan dipelajari oleh orang lain.
***
Setelah ketiganya beranjak lebih dewasa (Hamid, Yanto dan Sabri), akhirnya terjadilah proses pemilihan Kepala Desa penduduk Gojola. Kini penduduk desa Gojola terpecah menjadi tiga kelompok. Setiap kelompok mengklaim dan menjadi fanatik bahwa merekalah yang paling berhak menjadi Kepala Desa. Maka tak heran bila perselisihan kerap terjadi, yang muncul dari perkala sepela tapi sampai menimbulkan pertumpahan darah.
Sabri dan kelompoknya mengemukan kriteria-kriteria orang yang berhak untuk diangkat menjadi Kepala Desa. Menurut mereka, kriteria orang itu adalah orang yang sudah lama menetap dan ikut serta dalam kegiatan kampung, Selain itu juga aktif di tengah-tengah masyarakat.
Yanto dan kelompoknya pula berpendapat bahwa orang yang berhak menjadi Kepala Desa itu adalah orang yang mempunyai kriteria berilmu, dituakan, bermasyarakat dan berakhlak.
Sedangkan si Hamid dan pengikutnya mengatakan orang yang harus menjadi Kepala Desa itu adalah yang mempunyai kriteria sebagai berikut:
- Punya Manajemen yang Baik
Sebelum bisa memimpin orang lain, tentunya seorang pemimpin itu harus bisa memimpin diri Anda sendiri terlebih dahulu. Dimulai dari aspek fundamental dalam diri seperti waktu, perhatian, hingga emosi diri.
- Punya Strategi dalam Bertindak
Pemimpin ialah segala tindak tanduknya harus disusun dengan baik dan penuh strategi. Sebagai leader, semua keputusan tentunya berada di tangan anda. Baik atau buruknya langkah anda semuanya terpulamh pada anda sendiri. Oleh karenanya, seorang pemimpin itu haruslah cerdas dalam menentukan strategi terbaik yang nantinya mampu memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.
- Mampu Berkomunikasi dengan Baik dan Efektif
Seorang pemimpin harus bisa berkomunikasi mulai dari lingkungan keluarga sampai lingkungan pekerjaan. Menciptakan suatu pola komunikasi yang efektif kapan harus berbicara dan kapan harus mendengarkan tentunya dengan singkat, padat, dan jelas.
- Tidak Lepas Tangan, Tapi Bisa Bertanggung Jawab
Seorang pemimpin harus mampu memikul tugas dan tanggung jawab yang berat dengan segala risikonya.
- Punya Tujuan yang Jelas dan Konsisten untuk Mencapainya.
Meskipun situasi dan kondisi cenderung dinamis, seorang pemimpin sudah memiliki tujuan jelas di awal dan selalu fokus serta berusaha untuk mencari penyelesaian manakala sedang terjebak di suatu masalah yang menghambat.
Pertelagahan pun mulai terjadi. Selisih paham hari demi hari terus meningkat. Namun akhirnya konflik kepemimpinan itu baru bisa diatasi setelah seorang alim dari tanah Jawa yang kebetulan hendak pulang menuju desa kelahirannya melewati desa Gojola tersebut. Kiyai dari Jawa itu pulang ke kampung halamannya dengan maksud untuk berziarah ke makam orang tuanya setelah 10 tahun tak dapat pulang karena harus menyelesaikan studinya di pondok pesantren.
Kiyai itu akhirnya menjelaskan bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki sifat Siddiq (benar), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan), dan Fathonah (cerdas). Menurut beliau sifat itu berkaca kepada empat sifat baik yang dimiliki Rasulullah dalam memimpin umatnya.
Kemudian Kiyai itu mengutip ayat demi ayat di dalam al Quran (QS. As Sajadah ayat 24) “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami”. Berikutnya (QS. An-Nisa ayat 58) yang menjelaskan “Bahwa Allah memerintahkan manusia untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, menetapkan hukum di antara manusia dengan adil, memerintahkan kaum muslim untuk menaati putusan hukum, yang secara hirarkis dimulai dari penetapan hukum Allah, dan Allah melarang manusia untuk memihak atau zalim dalam memutuskan perkara”.
Menutup ucapannya, Kiyai tersebut mengutip (QS: Al-Baqarah ayat 124) tentang tidak boleh dzalim, (QS: Had ayat 26) tentang kebijakan yang benar dan tidak mengikuti hawa nafsu, (QS: An Nisa ayat 59) tentang harus dekat kepada Allah dan Rasulnya. (QS: As shaff ayat 4) dan (QS: Al Imran ayat 103) tentang membangun tim yang kuat menyuruh perbuatan Ma’ruf dan mencegah perbuatan Munkar..
Akhirnya ketiga kelompok tersebut menyadari akan orang yang patut ditunjuk menjadi seorang Kepala Desa, Setelah panjang lebar mendengarkan penjelasan dari sang Kiyai akirnya Si Hamid lah yang menjadi Kepala Desa. Wallahu’alam.
Bionarasi Penulis Cerpen “Karena kan Surga Kita Bersaudara”
Hendrizon Lahir di Bengkalis 17 Juli 1979, bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil bagian Kehumasan pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bengkalis. Pada 24 Februari 2024 resmi dilantik sebagai anggota Perkumpulan Rumas Seni Asrizal Nur (PERRUAS) Riau sebagai Koordinator untuk Kabupaten Bengkalis Masa Bhakti (2024-2026). Mulai Aktif menulis sejak tahun 2021.No.Hp/WA 0813 1533 2965.