Ondel – Ondel: Puisi Wina Armada Sukardi

-Jelang ulang tahun Jakarta 2023-

Oh, balada ondel-ondel !
Dari pahlawan tenar mandraguna menjadi pesakitan yang terlunta-lunta.

Ondel-ondel masih terus menari di jalanan
padahal rohnya telah lama lenyap
Arwahnya berjalan
menyelusuri gang-gang kumuh Jakarta
penuh duka sambil menangis keras tanpa terdengar.
Tuahnya tersungkur di kesombongan gedung gedung berlapis pengejek langit

Ketika jiwanya masih perkasa mencengkram
seantero tanah
Betawi
ondel-ondel dijadikan pamungkas melawan segala malapetaka.

Di rumah-rumah ondel-ondel masih dirawat sebagai aji penolak bala
di ujung-ujung jalan ondel-ondel diandalkan membidas serangan petaka.
Pada kala itu ondel-ondel perlambang kesaktian tiada tara
Ondel-ondel petunjuk kehormatan.

Oh, balada ondel-ondel!
Ondel-ondel masih berjoget di keramaian
tapi batinnya telah sirna.
Air matanya membanjir tapi tak terlihat.

Ondel-ondel yang kini masih terus bergoyang
adalah rangka yang bergerak tanpa jiwa
tak manjur melawan apapun
tak kuasa menentang arus hitungan kebendaan

Ondel-ondel berpaling haluan pertanda kemelaratan
Tubuh kusamnya dipakai untuk alat mengemis.

Betapa sukma ondel-ondel di khayangan
nyeri nian
menjerit-jerit tak kuasa menahan derita
Betapa warga kerap balela ondel-ondel menggganggu warga.
Banyak perumahan (apalagi di masa pandemi covid)
di pintu gerbangnya sengaja menulis:
“Ondel-ondel, pemulung dan pengemis dilarang masuk!”
Tidakkah mereka faham, kharisma ondel-ondel sebelumnya melawan penyakit?!

Ondel-ondel telah berganti peran menjadi cermin kemunafikan
Ondel-ondel masih dipajang di jawatan -jawatan resmi Jakarta
tapi cuma jadi penghias ruangan
yang sukmanya sudah tak diperhitungkan
dan jasadnya disiksa buat meminta-minta .

Dulu onde-ondel utusan hati masyarakat yang bersih
memiliki daya sihir melindungi dari angkara murka.

Pertunjukan ondel-ondel kini hanyalah tampilan kebendaan yang semata mencari keuntungan sesaat
tidak lagi meluhurkan makna satria di balik fisik.

Oh, balada ondel-ondel!*

IKEA, Kota Tanggerang, 4 Juni 2023

Wina Armada Sukardi, lahir di Jakarta 17 Oktober 1959. Profesi utamanya sebagai wartawan, penulis dan advokat. Telah menghasilkan beberapa buku puisi tunggal, antara lain, Nyanyian Sukma Manusia Teknologi, Mata Burung Gagak Gitaris, dan buku kumpulan cerita pendek tunggal seperti Tak Selamanya Bola Bulat, Sogok! Buku “Memetik Bulan” merupakan kumpulan puisi khusus untuk anak-anak.

Comments (0)
Add Comment