

PEKANBARU-TIRASTIMES: Acara ‘Kenduri Pantun Dunia’ secara daring guna merayakan penetapan pantun sebagai Warisan Budaya Dunia oleh WHO, 27 Desember 2020 lalu punya makna mendalam bagi masyarakat Tanah Melayu Riau. Lebih-lebih lagi bagi dua beranak, Firdaus MA Jabbar dan putranya Fadhillah Firza yang didaulat tampil berbalas pantun secara spontan melayani jualan pantun dari peserta acara dari Belanda, Amerika Serikat, Malaysia dan Indonesia sendiri.
Firdaus dan Fadhil -begitu anak muda ini dipanggil- yang mengenakan baju Melayu saat ini berada di ruang dalam Lembaga Adat Melayu (LAMR) bersama sejumlah pembicara dan moderator sastrawan Taufik Ikram. Ada pula Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR, Datuk Seri Al azhar. Acara Kenduri Pantun Dunia itu ditaja oleh LAM Riau dan Asosiasi Tradisi Lisan.
Dalam acara yang dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Riau, Edy Natar Nasution tampil sebagai pembicara yakni Prof. Pudentia (Ketua ATL Indonesia), Dr. Nadjamuddin Ramly (Akamedisi dari Sulsel), Dr. Malik (Universitas Maritim Raja Ali Haji). Selain itu ikut berbicara dari luar negeri antara lain Dr. Will Derek (Belanda), Dr. Suryadi Sunuri (Belanda), Dr. Bahaman (Malaysia) dan lain-lain.
Firdaus dan Fadhil tampil cekatan tapi santai saat secara spontan membalas pantun-pantun yang ditujukan kepada mereka berdua. Bahkan kedua beranak ini sempat bergurau saat berpantun sehingga dapat memecah suasana.
”Kami merasa bangga karena diundang tampil dalam acara Kenduri Pantun Dunia itu. Terasa sekarang acara berbalas pantun semakin dapat tempat sebagai cerminan kehidupan masyarakat Melayu di kawasan negara-negara serumpun, Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand Selatan dan Filipina Selatsn,” ujar Firdaus bersemangat didampingi putranya Fadhil.
Bagi Fadhillah Firza, yang lahir di Pekanbaru, 4 Desember 1986 ini, acara Kenduri Pantun Dunia itu membawa berkah pula. Pasalnya, Kepala Dinas Pariwisata Riau, Drs Yoserizal Zen yang hadir dalam acara tersebut usai acara langsung menawari Fadhil bekerja di instansi yang dipimpinnya.
”Alhamdulillah, Fadhil sudah diberi SK sebagai pegawai honorer di Dinas Pariwisata Riau. Pokoknya jalani aja dulu,” ucap Fadhil yang Sarjana Kimia lulusan Universitas Riau ini.
Berpantun Warisan dari Ayah
Firdaus -abang kandung sastrawan Fakhrunnas,MA Jabbar- merupakan putra keempat dari pasangan Alm. Buya Mansur Abdul Jabbar- Almh. Hj. Aminsuri Wahidy yang dilahirkan di Airtiris, 28 Juni 1954. Darah seni -termasuk berpantun- memang
turun dari sang Ayah.
”Dulu saya sering melihat Alm. Ayah, Mansur Abdul Jabbar yang membuat pantun untuk dalam sambutan Gubernur Riau, Imam Munandar -masa itu.. Kemudian, sewaktu saya bekerja di Kantor Deppen Kota Pekanbaru dan Provinsi Riau dahulu juga sering diminta Kakandep dan Kakanwil untuk membuat pantun dalam naskah pidato,” tutur Firdaus.
Selanjutnya, kata lelaki yang jago main musik dan ahli bengkel motor ini, setelah dia pindah kerja sebagai pegawai Disbudpar Kota Pelanbaru sekitar tahun 2000an, sering pula diminta membuat pidato Walikota Pekanbaru khususnya bidang kebudayaan dan pariwisata.
”Jadi akhirnya saya betul-betul tertarik berpantun. Alhamdulillah bakat berpantun ini diwarisi pula oleh anak saya, Fadhil,. Jadi sejak Februari 2016, setelah pensiun, kegiatan berpantun ini sudah jadi profesi, ” ujar lelaki yang beristrikan Zaidar Umar dan sama-sama memimpin Grup Musik ‘Annida’ yang sering diundang mengisi acara kesenian atau tampil dalam acara pesta pernikahsn dan sejenisnya.
Firdaus menceritakan pengalaman dalam kegiatan berpantun baik di dalam msupun luar negeri di antaranya mengikuti iven Temasya Pantun Melayu Serumpun tahun 2010 di Melaka, Malaysia.
Sering Diundang Berpantun
Kini dua beranak, Firdaus dan Fadhil dikenal sebagai jagoan berpantun yang serong mengisi acara prosesi pernikahan tradisi Melayu di Riau. Mereka sering diundang oleh pejabat dan tokoh masyarakat untuk mengidi acara yang didominasi pantun.
”Kegiatan berpantun kini cukup membanggakan. Setiap kegiatan acara meminang, hantaran belanja, menyibak kain pintu dan lain lain, masyarakat Riau selalu memakai jasa para pemantun, walaupun mereka bukan penduduk asli atau bukan penduduk tempatan,” komentar Fadhillah Firza.
Sementara Firdaus mengungkapkan, dirinya juga bangga dapat melestarikan pantun sebagai tradisi lisan Melayu. Pantun merupakan suatu tradisi yg digunakan utk menyampaikan sesuatu dengan santun. Hal yang juga merasa tertarik berpantun karena anak muda sudah jarang mampu berpantun secara
Sehubungan diakuinya pantun sebagai Warisan Dunia Tak Benda, Firdaus dan Fadhil mengatakan mereks
sebagai insan pantun merasa sangat senang dan bahagia.
”Kita harus berbangga dengan pantun. Karena Riau dan Kepri merupakan dua wilayah yang sangat kuat tradisi pantunnya, ujar Firdaus.