Lelaki itu memperkenalkan keluarganya
lewat bahasa hati yang dimuntahkan mulut
akan ibu, bapak, dan kakeknya yang sudah nyaman di pelukan Tuhan
Setiap pagi dia menyediakan secangkir teh
sehangat bersalaman dan semanis senyuman
untuk para tamu yang datang
mengusir sepi bertukar cerita sampai petang
Ketika mengenang orang tuanya di buang
air mata bercucuran berkali-kali
sederas kata-kata yang terus mengalir
di ladang-ladang sawah jadi rebutan
Selama diterkam setiap waktu berganti
dianaktirikan di tanah surga
ibu bapak dan kakek tak menyimpan beban
akan tetapi air matanya terus tumbang
luka di dadanya basah dan mengembang
setiap kali mengenang
Mereka adalah orang-orang terakhir
yang mengawali hijaunya sawah di tanah surga
kini mereka telah raib tak lagi menimbang nasib
sejak terjadi pertumpahan darah dari cerita
yang tak pernah mengendap
Di sawah itu tragedi hidup hingga mati begitu elegi
bila dia ceritakan kembali
pada tamu yang datang silih berganti
air mata tak henti-hentinya mengering di pipi
Tahoku, 10 Agustus 2021
Pria kelahiran Tahoku, 03 April 1995. Lulusan Universitas Pattimura Ambon, jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP. Karya-karyanya sudah termuat di berbagai antologi puisi, di antaranya Antologi Puisi Dari Negeri Poci 10 “Rantau” dan Dari Negeri Poci 11 “Khatulistiwa”. Karya sastranya juga sering dimuat di berbagai media online. Penulis buku Puisi “Lelaki Leihitu” dan “Kutemukan Penyesalan di Setiap Kehilangan”.
Selain menulis juga sebagai saat ini aktifitasnya sebagai pengajar.
Apakah Tirastimes menerima naskah Puisi?
Benar pak. Silakan mengirimkan naskah puisi melalui surel: redaksi.tirastimes@gmail.com puisi akan dimuat di website Tirastimes.com setelah melalui proses kurasi.