Menanti Cahaya Terang di Hamparan Pulau Perbatasan Riau | Catatan Fakhrunnas MA Jabbar

43

Menanti Cahaya Terang di Hamparan Pulau Perbatasan Riau

Oleh Fakhrunnas MA Jabbar

PULAU RANGSANG, Kabupaten Kepulauan Meranti boleh jadi cermin keterbatasan listrik di wilayah perbatasan atau wilayah 3T di Provinsi Riau. Kala malam menjelma dibayangi kabut yang menutupi pohon sagu dan rumah panggung kayu di pinggiran pantai terdengar suara mesin diesel dari gardu kecil PLN mulai menderu keras. Berarti tak lama lagi listrik segera menyala.

Syaiful seorang nelayan paruh baya di Desa Telesung berkisah sambil menghirup napas dalam-dalam. Terkesan ia mengumbar keluhan tertahan. “Biasanya listrik di sini menyala hanya pada malam hari. Kalau siang biasanya padam,” kata Syaiful.

“Apabila hujan lebat dan petir, tak mengherankan apabila listrik mati sampai besoknya.”

Begitulah wajah kelistrikan di pulau-pulau kecil Riau yang hidup-mati tergantung mesin diesel dan cuaca laut. Wilayah 3T lain di antaranya Kabupaten Bengkalis dan Kecamatan Rupat, Rokan Hilir (Rohil) dengan ibukota Bagansiapi-api dan pulau-pulau yang bertaburan di Selat Melaka.

Masalah kelistrikan di kawasan itu, debagian besar masih bergantung pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan kapasitas rendah dan terbatas.

Seperti PLTD di Pulau Rangsang, Pulau Tebing Tinggi, dan Pulau Rupat rata-rata hanya mampu melayani listrik untuk beberapa ribu pelanggan. Jika beban melonjak pada malam hari, mesin bisa panas dan otomatis padam.

“Penggunaan listrik di rata-rata rumah tangga sangat terbatas. Kalau semua peralatan listrik dinyalakan seperti kulkas dan televisi bersamaan, lampu sering redup atau mati,” jelas seorang petugas PLN di Selatpanjang, ibukota Kepulauan Meranti.

Pembangkit listrik di kawasan pesisir Riau
Pembangkit listrik di kawasan pesisir Riau

Kendala lain, bahan bakar solar untuk PLTD biasanya dikirim dari daratan menggunakan kapal kecil. Saat gelombang tinggi atau cuaca buruk, distribusi terhenti. Satu-dua hari tanpa solar, listrik pun padam total. Warga kembali menyalakan lampu minyak atau genset pribadi.

Daya listrik yang sangat terbatas mengakibatkan aktivitas masyarakat tidak bisa berlangsung optimal. Lihatlah yang terjadi di Pulau Rangsang, sekolah-sekolah dasar sangat mengalami kendala dan sulit memanfaatkan peralatan digital.

“Memang di sekolah kami ada fasilitas komputer bantuan pemerintah , tapi jarang dipakai karena listrik sering drop,” ujar Ibu Nur, guru SD di Desa Topang.

Akibat masalah listrik yang terbatas, di rumah-rumah banyak anak belajar menggunakan lampu penerangan seadanya. Saat PLN padam, mereka terpaksa menulis PR di bawah cahaya lilin atau senter ponsel.

Akibat kondisi listrik yang sering padam, banyak pula orangtua mengeluh menghadapi perangai anaknya enggan belajar.

“Bila listrik mati di malam hari, anak saya tak mau belajar. Alasannya panas dan banyak nyamuk atau cepat mengantuk,” tutur seorang ibu di Pulau Tebing Tinggi.

Sementara di Bagansiapiapi, kota kecil di pesisir Rokan Hilir masalahnya sedikit beda. Memang listrik sudah menyala 24 jam, tetapi jaringan distribusi listrik ke rumah-rumah atau bangunan kantor masih rapuh. Kalau angin bertiup kencang dan hujan deras sering menyebabkan gangguan pada kabel listrik.

“Saat begitu, kadang-kadsng lampu berkedip-kedip sehingga peralatan listrik seperti TV, kulkas atau kipas angin menjadi rusak,” tutur Unat, warga di ibukota Kabupaten Rohil itu.

Perekonomian Pesisir yang Melambat

Sejak dulu kehidupan masyarakat di kawasan pulau-pulau perbatasan Riau sangat bergantung pada laut baik sebagai sarana transportasi atau sumber penghidupan. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai nelayan, petani sagu, dan pengolah hasil perikanan. Sudah pasti, semua kegiatan membutuhkan fasilitas listrik yang stabil dan cukup.

Di Desa Alai Selatan, Pulau Rangsang, sebagian nelayan ada yang memiliki mesin es atau freezer sederhana untuk menyimpan ikan. Tapi mesin listrik hanya bisa beroperasi kalau listrik menyala

“Kalau lampu mati tengah malam, ikan yang baru dibekukan jadi rusak bahkan busuk,” kata Rismal, seorang nelayan. “Akibatbya kami rugi besar.”

Hal yang sama dialami juga oleh industri kecil seperti penjemuran kopra, pengolahan sagu, atau usaha katering sekolah. Kalau tak ada listrik, semua kegiatan itu harus berhenti. Listrik bukan hanya soal terang, tetapi lebih penting lagi sebagai penentu kehidupan ekonomi keluarga.

Berita Lainnya

Sarana Perairan Laut yang Sulit

Kawasan pulau seperti Rupat Utara (Bengkalis) dan Pulau Topang (Meranti) yang berhadapan langsung dengan Selat Melaka merupakan jalur laut internasional. Ironisnya, di perbatasan strategis itu, masyarakat masih sangat bergantung pada pasokan solar subsidi yang tersedia secara terbatas.

Pihak PLN pun sering menghadapi dilema. Satu sisi, ongkos bahan bakar dan distribusi dengan biaya tinggi. Di sisi lain, tarif listrik berlaku sama dengan wilayah kota besar lainnya.

Petugas PLN sedang bertugas
Petugas PLN sedang bertugas

Untuk menjaga peran strategis dan penting PLN terpaksa menambah PLTD kecil di beberapa titik terutama pulau-pulau kecil terpencil. Namun hal ini belum dapat tidak menyelesaikan masalah karena langkah-langkah yang diambil justru menambah biaya operasional.

“Kalau mesin rusak, harus tunggu teknisi dari Dumai atau Pekanbaru,” cerita petugas PLN di Pulau Rupat. “Kadang butuh waktu dua minggu baru datang di tempat kami,” tambahnya.

Menanti Terang Listrik secara Berkesinambungan

Data statistik, rasio elektrifikasi Provinsi Riau memang sudah lebih dari 99 persen. Namun di lapangan, banyak desa pesisir dan pulau kecil yang termasuk Wilayah 3T hanya mendapat listrik malam hari atau selama12 jam saja

Misalnya di Pulau Merbau dan Pulau Rangsang Barat, listrik masih belum menyala penuh 24 jam. Warga berharap janji pemerintah untuk menambah daya dan menambah fasilitas gardu guna meningkatkan ketersediaan daya listrik.

“Kalau listriknya nyala terus, kami bisa kerja lebih lama, anak bisa semangat belajar, dan usaha kecil di daerah ini bisa maju,” kata seorang pedagang kue di Selatpanjang.

Harapan pada Energi Terbarukan

Untuk mengatasi masalah kelistrikan di Wilayah 3T Provinsi Riau, kini sejumlah proyek tenaga surya (solar PV) mulai dikembangkan di wilayah pesisir Riau. Di Pulau Topang dan Pulau Dedap, sistem PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) komunal pelan-pelan mulai membantu warga menikmati listrik di siang hari tanpa mesin diesel.

Meski masih kecil skalanya, inisiatif ini menumbuhkan harapan baru. “Sekarang siang pun bisa menonton TV dan isi daya HP,” kata seorang anak di kawasan itu dengan senyum bangga. Jika program ini diperluas, listrik di pulau-pulau 3T Riau bisa lebih hemat dan ramah lingkungan.

Menunggu Cahaya di Gerbang Terdepan Indonesia

Pulau-pulau pesisir Riau bukan sekadar titik kecil di atas peta melainkan kawasan yang menjadi gerbang terdepan Indonesia di Selat Malaka.

Ironisnya waktu malam hari, penduduk di kawasan 3T ini menyaksikan dari kejauhan bias cahaya lampu-lampu di pesisir Negara Malaysia. Hal ini dialami oleh masyarakat tPulau Rupat atau PukU Rangsang.

Wajar apabila mereka berucap lirih dan pilu,
“Negeri orang terang benderang, negeri kita masih redup dan gelap.”

Ucapan itu merupakan teguran buat pemerintah agar t negara benar-benar hadir untuk nestapa masyarakatnya. Bagi mereka, listrik bukan sekadar penerangan, melainkan lambang kesetaraan dan martabat sebagai warga Indonesia. Mereka ingin merebut keadilan yang berkelanjutan ketika negara ini sudah 80 tahun lebih merdeka.

Ketersediaan listrik yang berkesinambungan di wilayah 3T merupakan wujud nyata hadirnya energi yang berkeadilan di Indonesia. Hal ini sangat berkaitan langsung dengan keberhasilan pembangunan semua sektor terutama kesehatan, pendidikan, perekonomian dan pertahanan keamanan.

Listrik dapat membuka peluang usaha, mendukung anak-anak belajar lebih baik, serta menghadirkan layanan kesehatan yang lebih modern, sehingga manfaat energi dapat dirasakan secara berkeadilan dan merata oleh seluruh rakyat di mana pun mereka berada dalam wilayah negara Indonesia.

Tak bisa dipungkiri kini, masalah listrik di kawasan pulau 3T Provinsi Riau meliputi Kabupaten Bengkalis, Kepulauan Meranti, Rokan Hilir, dan sekitarnya masih mengangakan kesenjangan pembangunan antara wilayah daratan dan kawasan pulau-pulau pesisir. Apalagi kawasan itu berhadapan langsung dengan terang-benderangnya Negeri Jiran.

Kesabaran masyarakat setempat tentu ada batasnya. Mereka sudah menunggu lama untuk menikmati kemerdekaan dalan fasilitas listrik ini.

Program pembangunan energi berkeadilan yang salah satunya digulirkan PLN dan pemerintah daerah merupakan langkah penting untuk membedah sengkarut permasalahan di kawasan perbatasan itu. Bagi ribuan penduduk di ujung laut dan kawasan terpencil itu tentu saja terang bukan hanya soal aliran listrik, tapi sesungguhnya juga menghimpun jutaan harapan agar kehidupan dapat berjalan layaknya masyarakat kota yang maju. *

Dr. (Can) Ir. Fakhrunnas MA Jabbar, M.I. Kom dalam wartawan yang juga Pemred media online Tirastimes.com dan penerima Press Card Number One (PCNO) PWI sebagai pengakuan pengabdian jurnalistiknya.

Berikan Tanggapan

Alamat surel anda tidak akan dipublikasikan