Semiotika dalam “Pasar Baru”: Catatan Bambang Kariyawan Ys.

10

Alur

Cerita teater berjudul “Pasar Baru” karya Adepura Indra oleh Teater Tak Sudah-Sudah Pekanbaru (Taksu) adalah sebuah naskah teater musikal bergenre komedi satir yang mengangkat tema politik dan sosial dengan latar di sebuah pasar rakyat. Intisari cerita ini adalah tentang perjuangan seorang mucikari bernama Siti yang memiliki suara sah terakhir dalam pemilihan pejabat deputi di wilayahnya. Suara Siti menjadi penentu kemenangan calon deputi yang diharapkan mampu berlaku adil dan tidak berpihak pada kelompok tertentu, melainkan membawa perubahan dan keadilan.

Cerita menggambarkan dinamika sosial di pasar baru yang melibatkan tokoh-tokoh seperti Siti, Komandan Kodir, Badrun, Sam, Mat, Ayong, dan Bujang. Mereka terjebak dalam intrik politik, janji-janji manis, penipuan, dan kekerasan yang berhubungan dengan perebutan kekuasaan dan pengaruh. Konflik puncak terjadi ketika Badrun menusuk Komandan Kodir yang ternyata merupakan kaki tangan seorang calon berkuasa bernama Pak Gani. Siti, yang selama ini dianggap sampah masyarakat, menjadi simbol suara rakyat yang sebenarnya dan diharapkan dapat menggulingkan kekuasaan yang korup.

Cerita mengandung pesan kuat tentang ketidakadilan sosial, politik kotor, dan perjuangan rakyat biasa di tengah arus kekuasaan serta pentingnya keadilan dan suara rakyat sebagai alat perubahan. Naskah ini juga sarat dengan dialog dan situasi dramatis yang dilengkapi dengan musik dan koor sebagai penguat suasana teater musikal.

Semiotika

“Pasar Baru” yang ditampilkan dalam pentas Anjung Seni Idrus Tintin, 17 s.d. 18 Oktober 2025 dapat dianalisis dengan menggunakan Teori Semiotika. Mengingat naskah teater ini banyak memuat simbol, idiom dialog, dan situasi dramatis yang mengandung makna tersirat, teori semiotika dapat digunakan untuk menganalisis tanda-tanda linguistik dan non-linguistik dalam teks guna memperkuat pesan moral dan kritik sosial yang disampaikan.

Analisis semiotika naskah teater “Pasar Baru” karya Adepura Indra dapat difokuskan pada pemahaman tanda-tanda dalam teks, dialog, karakter, dan simbol yang membawa makna sosial dan ideologi, terutama dalam konteks komedi satir.

Pasar Baru sebagai Ruang Simbolik

Tulisan Terkait
Berita Lainnya

Pasar Baru merepresentasikan ruang publik yang penuh dinamika sosial, politik, dan ekonomi yang keras namun dekat dengan kehidupan rakyat biasa. Pasar menjadi simbol kehidupan masyarakat dengan segala keruwetan dan konflik kekuasaan yang terjadi di dalamnya.

Tokoh Siti dan Suaranya
Siti sebagai simbol individu terpinggirkan (“sampah masyarakat”) yang ternyata memegang suara sah terakhir dalam pemilihan deputi. Suara Siti menjadi tanda harapan atas keadilan dan kebenaran, yang menentang kekuasaan korup dan ketidakadilan.

Komandan Kodir, Badrun, dan Sam
Tokoh-tokoh ini melambangkan berbagai aspek kekuasaan dan manipulasi politik:
1. Komandan Kodir simbol otoritas yang menggunakan kekuasaan seadanya dan manipulasi moral, juga mewakili politik kotor.
2. Badrun mewakili orang biasa yang tergiur janji kekuasaan dan harta, namun terjebak dalam permainan politik.
3. Sam adalah perwujudan pelaku kekerasan dan penindasan tersembunyi, dengan peran antagonis yang memperkuat pesan sindiran.

Tanda dalam Dialog dan Properti
1. Properti seperti lapri, poster selebaran kampanye, dan rokok menjadi tanda konkret politik dan transaksi sosial yang dilakukan di balik layar.
2. Dialog penuh idiom dan bahasa sehari-hari mengandung tanda-tanda kritik sosial yang tajam, seperti penggunaan kata kasar, lelucon tentang politik, dan referensi ke “politik itu pol uang” yang menyindir praktik korupsi dan politik uang.
3. Lagu koor yang mengiringi adegan memiliki simbolisme kuat: penggunaan kata-kata seperti “burung gagak hitam”, “tabir gelap”, dan motif warna “hitam” mengandung makna kegelapan dan penindasan kekuasaan.

Peletakan Makna Satir dan Kritik Sosial
1. Bentuk komedi satir terlihat jelas dalam penokohan yang berlebihan, situasi yang ironis, dan interaksi dialog yang memperlihatkan ketamakan, kebohongan, dan ketidakadilan dalam sistem politik dan sosial.
2. Konflik antarkarakter dengan bahasa sehari-hari yang tajam menyiratkan pembongkaran kemunafikan serta penyalahgunaan kekuasaan.
3. Kematian Komandan Kodir di akhir naskah sebagai klimaks cerita menjadi tanda penghancuran simbol kekuasaan korup dan harapan bagi perubahan.

Pasar Baru menggunakan tanda-tanda visual, bahasa, dan karakter secara efektif untuk mengomunikasikan kritik sosial dan politik yang tajam melalui wacana komedi satir musikal. Tanda-tanda ini mengarah pada pembacaan simbolik tentang kompromi moral, dominasi kekuasaan, dan perjuangan bawah masyarakat mencari keadilan.

Catatan

Naskah teater “Pasar Baru” karya Adepura Indra memiliki beberapa catatan berupa:
1. Alur cerita terasa agak kompleks dan sedikit membingungkan dengan banyak tokoh yang bergerak tanpa penjelasan profil yang jelas, sehingga penonton mungkin kesulitan mengikuti hubungan antar tokoh dan motif mereka.
2. Pesan moral yang ingin disampaikan mengenai kekuasaan, korupsi, dan suara rakyat sah terakhir kurang terekspos secara konsisten dan mendalam, sehingga dampaknya kurang kuat untuk penonton.
3. Karakterisasi beberapa tokoh tambahan (misal Mat, Ayong, Bujang) terkesan klise dan kurang berkontribusi signifikan dalam pengembangan plot utama.
4. Ada beberapa kalimat panjang dan pengulangan yang seharusnya disederhanakan untuk pembacaan dan penyajian yang lebih efektif di panggung.

“Pasar Baru” setidaknya telah menyuguhkan pertunjukan segar dalam suasana kepura-puraan dalam berpolitik di dalam level manapun.

Pekanbaru, 21/10/2025

Berikan Tanggapan

Alamat surel anda tidak akan dipublikasikan