

Teori Interaksi Simbolik merupakan salah satu teori dalam ilmu Sosiologi. Teori ini sebagai pendekatan penting dalam memahami bagaimana individu dan kelompok berinteraksi melalui simbol-simbol yang memiliki makna. Dalam konteks karya sastra, teori ini dapat digunakan untuk menganalisis bagaimana karakter dan narasi berfungsi dalam menciptakan makna melalui interaksi simbolik.
Teori ini dikembangkan oleh George Herbert Mead, menekankan bahwa makna dibentuk melalui interaksi sosial. Mead berargumen bahwa individu tidak hanya berperan sebagai penerima makna, tetapi juga sebagai pencipta makna melalui proses komunikasi. Dalam konteks sastra, penulis menggunakan simbol-simbol—baik berupa kata-kata, karakter, maupun situasi—untuk menyampaikan ide dan emosi kepada pembaca.
Konsep Utama
1. Setiap simbol dalam karya sastra memiliki makna yang dapat berbeda tergantung pada konteks dan interpretasi pembaca. Misalnya, dalam Serimbun Puisi “Membaca Laut Pada Kampung yang Hilang” oleh Bambang Kariyawan Ys., simbol laut, sungai, hutan, gunung, pepohonan, dan lainnya sebagai simbol tertentu untuk mengekspresikan kegelisahan akan lingkungan.
2. Konsep diri dalam interaksi simbolik merujuk pada bagaimana individu memahami dirinya melalui interaksi dengan orang lain. Dalam sastra, karakter seringkali mengalami perjalanan penemuan diri yang dapat dianalisis melalui interaksi mereka dengan simbol-simbol di sekitar mereka.
3. Teori ini juga menyoroti bagaimana masyarakat mempengaruhi individu dan sebaliknya. Dalam karya sastra, penggambaran masyarakat sering kali mencerminkan nilai-nilai dan norma-norma yang ada, serta bagaimana individu beradaptasi atau menentang norma tersebut.
Penerapan dalam Karya Sastra
Dalam analisis sastra, teori interaksi simbolik dapat diterapkan untuk memahami hubungan antara karakter dan simbol-simbol yang mereka gunakan. Misalnya:
1. Penulis dapat menggunakan objek atau tindakan sebagai simbol untuk menyampaikan tema tertentu. Dalam novel Sayat-Sayat Sunyi karya S. Gegge Mappangewa, simbol warna baju bodo bagi status perempuan Bugis menjadi penjalin interaksi dalam cerita.
2. Melalui dialog dan tindakan karakter, penulis menciptakan dinamika yang menunjukkan bagaimana makna dibentuk dan dimodifikasi. Misalnya, dalam novel Merah Jambu karya Reni Juniarti, interaksi antara tokoh Rani dan tokoh lainnya menunjukkan bagaimana persepsi sosial mempengaruhi identitas pribadi.
3. Pembaca juga berperan aktif dalam proses penciptaan makna. Interpretasi pembaca terhadap simbol-simbol yang ada dalam teks dapat menghasilkan berbagai pemahaman yang berbeda, tergantung pada latar belakang dan pengalaman pribadi mereka.
Teori Interaksi Simbolik memberikan kerangka kerja yang berguna untuk menganalisis karya sastra dengan cara yang mendalam. Dengan memahami bagaimana simbol-simbol berfungsi dalam interaksi antar karakter serta antara karakter dan masyarakat, kita dapat lebih menghargai kompleksitas makna yang dihadirkan oleh penulis. Pendekatan ini tidak hanya memperkaya pemahaman kita tentang teks sastra tetapi juga tentang dinamika sosial yang lebih luas di baliknya.