

Buku perjalanan menelusuri tapak sejarah Iranun karya Abd. Naddin bin Shaiddin ini menjadi salah satu bentuk pengukuhan akan pentingnya menuliskan sejarah. Kata bijak menyebutkan: setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya.
Membaca buku ini seperti menyelami jejak dan tapak yang pernah diceritakan dalam novel “Lanun Alang Tiga” karya Datok Rida K Liamsi. Novel yang sempat menjadi perbincangan beberapa waktu yang lalu dan membuat kata Iranun menjadi sesuatu yang meningkat dalam mesin pencarian informasi. Lahir pula karya alih wahana dalam bentuk digital puisi panjang karya Datok Rida K Liamsi “Hikayat Iranun dari Tempasok” di saluran YouTube Bambang Kariyawan.
Buku non fiksi ini tentunya berbeda dengan novel fiksi, namun membaca buku ini terasa mengikuti perjalanan penulis menelusuri jejak Iranun di Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau, Pekanbaru, Tembilahan, Muara Sabak Tanjung Jabung Timur, Kuala Tungkal. Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi, Pangkal Pinang Bangka, Tanjung Pandan Belitong Provinsi Bangka Belitong, Toli-Toli Provinsi Sulawesi Utara dan beberapa kota lain.
Muara dari buku setebal 114 halaman ini terdapat pada pengantar penulis pada halaman ii: “Catatan-catatan dalam buku ini adalah salah satu “upaya melawan lupa”. Kita berkunjung ke pusat ingatan bagi memperingati semula sejarah lampau untuk menjadi besar, tidak ada salahnya bagi kita melihat kekerdilan diri sendiri bijaksana menelaah kearifan sejarah.”
Di sinilah kekuatan waktu kala dituliskan. Saat dilahirkan sebagai karya, ia akan dianggap biasa. Kelak, kala penulis kah, sejarawan kah, atau anak cucu kita kah, maka buku ini akan menjadi referensi berharga bagi yang ingin mendalami tentang Iranun. Tahniah dan salam literasi!