

Pandangan kita terhadap sejarah memiliki pengaruh yang tegas
atas nasib bangsa dan negara Indonesia (Soedjatmoko)
Menulis Sejarah Lokal
Kekuatan sejarah terletak pada tulisan. Bila suatu peristiwa sejarah dituliskan maka proses pengakuan itu akan terjadi. Kerajaan Kutai dianggap sebagai kerajaan pertama di Indonesia karena dituliskan melalui prasasti. Kita pernah mengikuti perjalanan sejarah besar Kemaharajaan Kandis di Riau, namun karena fakta tertulis tentang itu masih “nihil” maka kita tidak bisa mengklaim sebagai kerajaan tertua di negeri ini. Di sinilah letak kekuatan tulisan sejarah dalam mengenalkan dan mengklaim identitas pada kelompok masyarakat tempatan. Dalam perjalanannya di sinilah letak pentingnya menulis sejarah lokal yang nantinya akan memperkaya dinamika peta perjalanan sejarah nasional.
Menulis sejarah lokal memang tidak mudah, namun bukan berarti tidak bisa. Ketekunan seorang penulis dalam memanfaatkan metode penulisan sejarah akan memudahkannya. Pemahaman akan sejarah lokal meski dikuasai penulis. Salah satu referensinya merujuk pada buku “Sejarah Lokal di Indonesia” karangan Taufik Abdullah. Dalam tulisannya disebutkan bahwa sejarah lokal adalah sejarah dari suatu tempat yang memiliki nilai lokalitas yang memiliki batas perjanjian. Selain itu tentu merujuk pada pemikiran Sartono Kartodirdjo dengan pendekatan multidimensionalnya tak bisa dilepaskan kala akan menulis sejarah lokal.
Kota Pekanbaru, memiliki bahan mentah yang banyak untuk dapat diangkat sebagai tulisan sejarah lokal. Kala kita mengunjungi Masjid Senapelan, kita akan melihat kompleks makam perempuan-perempuan sejarah yaitu Sultanah Kadhijah (Daeng Tijah) dan Tengku Embung Badariah. Dari dua tokoh perempuan ini banyak yang dapat kita tulis menjadi peristiwa sejarah dengan berbagai medium. Penulis pernah menjadikan dua tokoh perempuan ini menjadi puisi berjudul “Embung dan Seraga Mata Lanun” serta cerpen berjudul “Tijah”. Ini hanya contoh kecil bahwa kehadiran fakta sejarah dengan ditambah analisis imajinasi sejarah akan menghasilkan karya-karya berbasis kearifan sejarah lokal. Fakta lain tentang Raja Alam, Rumah Singgah Tuan Kadi, dan Kampung Bandar menjadi sajian sejarah lokal yang representatif bila digarap oleh penulis yang paham akan metode penulisan sejarah.
Kampung Nyamuk, Identitas yang Terlupakan
Muhammad Amin, penulis buku “Kampung Nyamuk: Percikan Sejarah Rakyat Pekanbaru” dengan dasar kekuatan jurnalistiknya berhasil mempersembahkan karya terbaik akan kampung kelahirannya. Niat baik hendak menjejakkan karya silsilah keluarga menjadi berkembang karena memiliki bahan dan energi untuk menyelesaikannya. Dalam kajian sosiologi sastra, sesuatu yang melatarbelakangi penulis akan sangat berpengaruh pada karya yang dihasilkannya. Dalam hal ini latar peristiwa yang akan ditulis adalah kampung halaman sendiri. Unsur subyektifitas akan muncul secara tidak sadar untuk memunculkan yang terbaik terkhusus menjadikan Kampung Nyamuk sebagai sesuatu identitas yang terlupakan, kembali menjadi identitas di kota ini. Ditambah modalitas sebagai wartawan yang telah memiliki jam terbang tinggi telah membuat niat untuk menyelesaikan sejarah lokal tentang Kampung Nyamuk secara objektif dapat diselesaikan.
Meski penulis bukan berlatar belakang seorang sejarawan, namun kerja-kerja metode penulisan sejarah sangat dikuasainya. Tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi dalam proses penulisan Kampung Nyamuk terjelaskan dengan apik dalam Prakata penulis.
… memilah hasil wawancara dengan beberapa narasumber yang diragukan, saling berbeda, atau tidak sinkron dengan beberapa fakta sejarah. Menyelaraskan dengan fakta sejarah ini penting karena apa yang mereka ceritakan tidak boleh berbeda dengan berbagai fakta yang dibuktikan dengan dokumen kesejarahan, peta, buku, atau penelitian yang sudah ada terlebih dahulu …
Buku ini memenuhi persyaratan sebagai buku sejarah karena mengandung representasi sejarah yaitu peristiwa, tokoh, fakta, serta kontekstual. Kita akan menemukan beragam peristiwa sejarah yang sebelumnya hanya kita baca dalam buku-buku sejarah seperti peristiwa PRRI di Sumatera serta peristiwa benturan Masyumi dan PKI. Tokoh Mbah Nyamuk atau yang dikenal Sastro Pawiro Joyo Diningrat dan Buya Tamin Ibrahim menempati cerita tersendiri. Peran besar dari Kampung Nyamuk tergambar telah memberikan kontribusi besar dalam perjalanan sejarah kota Pekanbaru. Kehadiran Masjid Ar-Rahman menjadi fakta sejarah penting sebagai rumah ibadah yang turut menjadi titik pertemuan lintas manusia yang singgah dan menetap. Serta bahasan Kampung Nyamuk dalam arus perubahan masa kini. Bahkan salah satu pertanyaan di laman facabook saat diunggah flyer bincang buku ini,”Apakah yang dimaksud itu Kompleks Nyamuk?”. Jawabannya ada dalam buku ini.
Peluang Memperkuat Identitas Kampung Nyamuk
Buku sejarah yang telah ditulis ini berharap tidak kembali menjadi benda sejarah, namun harus berdenyut di kalangan pembuat kebijakan. Identitas kesejarahan akan salah satu kota ini telah berada di hadapan. Bisakah menjadi rekomendasi dalam membangun identitas kota bertuah ini. Terbayang pada ruang-ruang publik yang saat ini telah tersulap menjadi bangunan-bangunan megah, hadir diorama mini masa lalunya. Kaca Mayang sebagai tempat kubangan kerbau-kerbau yang mendatangkan nyamuk, Hotel Arya Duta dengan persawahannya, Hotel The Premiere dengan mata air besarnya, Jalan Sumatera dengan bedeng-bedeng tukang kebun, dan tempat-tempat lainnya.
Dua tokoh penting dalam buku ini Mbah Nyamuk dan Buya Tamin Ibrahim sepantasnya dikenalkan sebagai tokoh penting dalam perjalanan sejarah kota. Upaya ini dapat dilakukan dengan melanjutkan dalam alihwahana yang lebih spesifik. Biografi tokoh, film dokumenter, film pendek, karya sastra, dan kajian akademis serta penyampaian materi muatan lokal oleh guru-guru sejarah Pekanbaru.
Buku yang baik itu adalah buku yang menginspirasi dan menggelisahkan. Buku “Kampung Nyamuk: Percikan Sejarah Rakyat Pekanbaru” termasuk buku yang baik itu. Tahniah.
Pekanbaru, 26 April 2025
Bincang Buku “Kampung Nyamuk: Percikan Sejarah Rakyat Pekanbaru” di Dispusip Kota Pekanbaru bekerja sama dengan Forum Lingkar Pena Kota Pekanbaru.