Sikapi Hidup Dengan Bijaksana …: Tausiyah Buya Mas’oed

31

Dalam agama Islam dibentang konsep yang tegas tentang apa sesungguhnya hidup dan kehidupan itu, kemana arah tujuannya, siapa yang bernama makhluk manusia itu?

Wahyu Allah (Al Quran) dan Sunnah Rasul membimbing manusia dalam kehidupan, baik yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan-nya, hubungan manusia dengan manusia lainnya, hubungan dengan alam dan lingkungannya, melalui tiga pilar yang saling berkaitan satu dan lainnya, yakni ISLAM, IMAN dan IHSAN, atau Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq.

Tujuannya secara hakiki adalah :

Mengembalikan fitrah yang ada pada diri manusia.
Mengubah pengertian kepada pola pikir (fikrah),
Mengubah pola pikir menjadi aktivitas (harakah),
Mengubah aktivitas menjadi keberhasilan (natijah),
Mengubah keberhasilan menjadi tujuan (ghayah),
Mengubah tujuan menjadi mardhatillah.
Dengan tiga pilar (ISLAM, IMAN dan IHSAN) dibangun tata cara kehidupan dan bermasyarakat yang memiliki ciri-ciri ;

Masyarakat yang berakidah Islamiyyah: Laa Ilaha Illallah – Muhammad Rasulullah.
Masyarakat yang senantiasa melaksanakan segala kewajiban dengan mengacu kepada tuntutan Ilahi.
Masyarakat yang memiliki persepsi dan pola pikir yang Islami.
Masyarakat yang memiliki loyalitas terhadap ketentuan Islam.
Masyarakat yang memiliki akhlakul karimah.
Masyarakat yang menjunjung tinggi martabat manusia dan menghargai hak-hak asasi manusia.
Masyarakat yang memiliki solidaritas dan kepedulian sosial.

Masyarakat yang senantiasa menegakkan kebenaran dan keadilan; “Al-Amru bil ma’ruf wa nahyu ‘anil munkar
Paradigma ini dibangun dari keberadaan Syari’at Islam yang menempatkan formulasi hukumnya atas dasar TEOSENTRISME HUMANISME (Hablum Minallah wa Hablun Minannas), yang dipertegas bahwa membangun kualitas diri adalah wujud dari ketaatan orang Islam terhadap perintah Allah dalam bentuk ibadah mahdhah (pokok) dan huhungan erat dengan misi sosial yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, yaitu UKHUWWAH dan KEPEDULIAN SESAMA demi terciptanya masyarakat sejahtera yang berkeadilan.

Sesuai Firman Allah ; “ .. dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. .. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS.17 Al Isra’, ayat 26-27)

Manusia Beriman atau bertaqwa sesungguhnya adalah manusia yang memiliki kesadaran tauhid yang amat tinggi. Kesadaran ketuhanan adalah kesadaran seseorang bahwa Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, senantiasa menyertai dan mengawasi hidup manusia, sehingga Allah bukan hanya Maha Hadir (Omni Present), tetapi juga Maha Dekat (In Manent).

Tulisan Terkait
Berita Lainnya

Kesadaran bertauhid inilah pangkal kebaikan dan pangkal moralitas.

Tanpa kesadaran ketuhanan, tidak akan pernah ada taqwa atau ketaqwaan.

Tanpa kesadaran ketuhanan, tidak akan pernah ada taqwa atau ketaqwaan.

Dalam suatu hadist, Nabi SAW pernah menerangkan ; « seseorang tidak akan mencuri, tidak akan korupsi, tidak akan berzinah, dan tidak akan melakukan tindak kejahatan lainnya manakala beriman dan ingat Allah Ta’ala» (HR. Bukhari).

Ini mengandung makna bahwa perbuatan dosa timbul dan terjadi karena kelalaian dan kealpaan manusia dari mengingat Allah SWT.

Sikap yang dibentuk oleh Iman adalah ;

Berkelakuan baik,
Penyayang dan penyabar,
Berdisiplin, Bermasyarakat dengan baik,
Amanah dan menunaikan janji,
Suka menolong,
Mempunyai arah hidup yang spesifik,
Mempunyai syakhshiyah yang dihormati.
Semoga kita mampu menjadi umat yang berakhlaq dengan panduan iman dan taqwa.

Buya H. Mas’oed Abidin adalah ulama dan da’i, pernah jadi Ketua DDII Provinsi Sumbar dan Ketua Bidang Dakwah MUI Sumbar. Menulis 24 buku ke-Islaman dan adat budaya Minangkabau. Tinggal di Padang.

Berikan Tanggapan

Alamat surel anda tidak akan dipublikasikan