

Setiap orang yang menyelesaikan studi biasanya punya target-target karir lanjutan. Mau jadi ini, jadi itu, cari kerja di sana, di sini, dan sejenisnya. Namun, entah kenapa saya tidak. Saat ditanya setamat kuliah sekarang mau apa?
Jawaban saya sederhana, saya merasa belum tamat, saya masih harus belajar lagi. Entah itu jalur formal atau tidak, saya harus terus belajar. Belajar di perkuliahan seperti pemantik yang membuat saya jatuh cinta untuk mengkaji ilmu yang saya dapat. Sebab ternyata pengetahuan itulah yang membuat kebahagiaan dalam hati muncul.
Menginvestasikan puluhan atau bahkan ratusan juta rupiah untuk pendidikan adalah jalan untuk membahagiakan hati dan pikiran. Pengetahuan adalah sebaik-baik kekayaan yang menyelamatkan. Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengetahuan, title hanyalah formalitasnya.
Esensinya adalah pengetahuan. Pengetahuan adalah karakter, pemahaman tentang sesuatu yang diimplementasikan dalam pikiran dan perbuatan.
Jika ditanya apa yang saya dapatkan dari pendidikan yang ditempuh, setidaknya ada beberapa hal.
Kebijaksanaan
Di pendidikan yang saya tempuh menumbuhkan pemikiran toleransi terhadap sesuatu. Toleransi saya pada pemikiran orang yang berbeda. Toleransi itu muncul setelah kajian kebenaran menuju kebijaksanaan.
Kebenaran memang benar, tetapi kebenaran bisa jadi tidak baik jika mengabaikan kebijaksanaan. Tentu sesuai dengan konteksnya, apa dan pada siapa. Melalui pengetahuanlah kita bisa mengambil sikap bijaksana yang tepat konteks dan waktunya.
Dulu sekali, saat awal-awal berhijrah saya memaknai bahwa muslimah yang baik adalah ia harus berjilbab panjang, memakai gamis, menundukkan pandangan. Bagi saya itu mutlak. Saya mengabaikan orang-orang yang untuk mencapai itu memerlukan proses. Memandang yang tidak demikian akan terasa risih. Memandang yang salah akan serta merta dikatakan salah.
Itulah kebenaran. Namun, ada yang lebih baik dari itu yakni kebijaksanaan. Bijaksana dalam memandang sesuatu. Mencapai kebenaran dengan seninya sehingga orang-orang tidak menjauhi kebenaran tersebut.
Itu semua diperoleh melalui pengetahuan. Melalui daya pikir kritis terhadap sesuatu tanpa mengabaikan rambu-rambu agama di dalamnya.
Semakin Merasa Diri Rendah
Benar, bahwa semakin banyak kita belajar, maka kita akan semakin tahu betapa rendahnya pengetahuan yang kita miliki. Maka imbasnya ya ingin belajar lagi.
Saya mempelajari tentang manusia, budaya, dan bagaimana cara mereka berinteraksi. Semakin saya belajar, semakin saya merasa tidak tahu dengan kompleksitasnya perangai manusia. Semakin banyak hal-hal yang saya tanyakan, saya ingin kaji.
Jadi tidak heran, semenjak saya studi di bidang sosial ini, saya akan selalu tampil sebagai penanya di setiap kegiatan yang menarik hati saya. Saya akan mengambil posisi di depan, saya akan bertanya tentang hal-hal yang membuat hati saya tidak tenang dan ada dalam pikiran.
Saat telah ujian tesis misalnya, saya tetap meminta masuk kelas untuk kuliah dosen saya. Dosen saya sempat tertawa, kenapa kamu mau ikut kuliah lagi? Orang-orang di manapun ingin cepat-cepat selesai. Saya bilang, Pak saya ingin belajar dengan Bapak. Saya ingin diskusi, saya ingin terus dapat ilmu Bapak. Alahasil saya pun dipersilakan masuk di beberapa kelas. Di kelas bukannya diam, sayalah yang sibuk bertanya terus menggali penjelasan dosen. Sampai saya akhirnya sadar, saya menghabiskan waktu pelajaran untuk berdiskusi dengan dosen. Dosen senang, mereka berbincang hingga level curcol. Saya tertawa, dosen tertawa, dan adik-adik tingkat saya pun ikut tertawa.
Berubah Paradigma Berpikir
Pengetahuan yang masuk ke dalam pikiran akan membuat paradigma cara berpikir kita berubah. Kemampuan menganalisis dan berpikir kritis itu muncul. Terbangun konsep-konsep di pikiran dalam menganalisis sesuatu. Sesuatu dilakukan harus tertata, terkonsep, terencana, dan ada arahnya.
Rapatnya orang berpengetahuan dengan tidak berpengetahuan tentu berbeda, berorganisasinya orang berpengetahuan dengan tidak berpengetahuan tentu berbeda. Tulisan yang berpengetahuan dengan tidak tentu saja berbeda.
Cara berpikir kita berubah, pandangan hidup berubah, perubahan-perubahan yang intrinsik dalam diri itu secara sadar dan tidak sadar akan tumbuh.
Kesempatan menempuh pendidikan formal adalah kesempatan emas untuk meningkatkan ketiga hal di atas. Pendidikan adalah pengisian jiwa, jalan menuju kebahagiaan hidup yang sesungguhnya.
Tidak ada korelasi pendidikan dengan rezeki. Pendidikan hanya membantu peluang saja. Pengetahuan lebih berharga dari pada harta. Kita banyak harta, tetapi karakter yang bersumber dari pengetahuan kita minim ya sama saja. Maka nikmatilah masa studi untuk memupuk pengetahuan diri yang lebih banyak, lebih baik, dan lebih bermanfaat.
De Daikos, 24 Februari 2025