
Helping Our “Singles” (Unmarried Members) of Our Community to Marry: Imam Shamsi Ali
Helping Our “Singles” (Unmarried Members) of Our Community to Marry: Imam Shamsi Ali
49The Muslim community living in the West faces numerous challenges. These include navigating life as immigrants in a new homeland, ensuring their children receive a good education and career opportunities, and existing in neighborhoods where they may not always feel welcomed.
However, their greatest concern revolves around their deen (faith)—their Islamic identity and the freedom to practice their religion. Many parents, in particular, are deeply worried about the future of their children and the generations to come. This fear is not unfounded. Numerous immigrant Muslims who settled in the West have witnessed their children lose connection with Islam over time.
Thus, addressing the future of our generations in the Western context is essential for the survival of our community. This discussion is not merely about academic or professional success. On this front, America remains a land of opportunity—a place where individuals can pursue higher education and build promising careers. I have met countless parents with humble occupations, such as taxi drivers or security personnel, who have managed to send their children to the most prestigious colleges and universities.
However, the real concern lies in preserving their deen—their faith and identity as Muslims. The society we live in often presents values and norms that conflict with Islamic teachings, creating significant challenges for young Muslims trying to uphold their faith. It is therefore understandable and logical for parents to worry about the survival of their children’s Islamic identity in this environment.
Helping Them Find Life Partners
One of the critical challenges facing our younger generation is finding suitable life partners—a wife for young men and a husband for young women. Many parents, both fathers and mothers, have personally reached out to me, expressing their concern that their children are growing older without marrying. In most cases, this is not because the children do not wish to marry. Rather, they struggle to find suitable or ideal candidates.
This presents a real dilemma for young Muslims. On one hand, they grow up in an environment where interaction between genders is commonplace, with friendships and communication across genders being normal. On the other hand, they are aware of Islamic teachings and ethics regarding gender interactions, particularly in the context of serious relationships like marriage.
This situation brings to mind a verse from the Holy Qur’an:
وَأَنكِحُواْ ٱلۡأَيَٰمَىٰ مِنكُمۡ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنۡ عِبَادِكُمۡ وَإِمَآئِكُمۡ ۚ إِن يَكُونُواْ فُقَرَآءَ يُغۡنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ
“And marry the unmarried among you and the righteous among your male and female slaves. If they are poor, Allah will enrich them from His bounty, and Allah is all-Encompassing and Knowing.”
(QS. An-Noor 24: Ayat 32)
From this verse, I would like to highlight two important points:
It is a duty upon believers to help the unmarried among them to marry. The verse contains a command (fi’l amr) instructing believers to assist single individuals in finding spouses. Naturally, this involves helping them identify suitable and ideal candidates for marriage.
The command is addressed in plural form, meaning it is a collective obligation. While individual parents play a crucial role, Allah clearly expects the Ummah (community) to be actively involved in helping the unmarried get married.
The Role of Community
Community involvement, through Muslim organizations, community centers, and masajid, is vital in addressing this issue. Initiatives such as matchmaking events—or any appropriately named gatherings aligned with Islamic guidelines—are essential for this purpose.
Organizing such events, where unmarried members of the community can seriously pursue their intention to find suitable spouses, is not only permissible but encouraged by the Holy Qur’an.
While matchmaking events are not the only means of finding a spouse, they are practical and effective for those actively seeking a partner. Dismissing such events as un-Islamic or an innovation is baseless.
Hosting these events in masajid or Islamic centers offers additional benefits:
Pure Intentions: Since masajid are houses of Allah, those who attend are likely to have sincere intentions to please Allah.
Respecting Islamic Guidelines: Events held in Islamic centers are naturally governed by the rules of the house of Allah. Proper dress codes, the presence of guardians, and supervised interactions ensure adherence to Islamic principles. This prevents private, unsupervised meetings and fosters transparency.
For these reasons, major national Muslim organizations such as ISNA, MAS, and ICNA have taken the responsibility of organizing matchmaking events. I am confident that these organizations have sought guidance from knowledgeable Islamic scholars. ISNA, for instance, has its Fatwa council, the Fiqh Council of North America, which oversees such initiatives.
In Conclusion
Those who question the legitimacy of matchmaking events organized by Islamic organizations, centers, or masajid have no basis for their objections. Often, these objections stem from other motives or misunderstandings. Allah knows best!
It is time for our communities to prioritize this issue and take collective action. By doing so, we fulfill our responsibility as an Ummah and ensure the preservation of our future generations in faith, identity, and practice.
Jamaica Hills, 22 December 2024
*Director/Imam, Jamaica Muslim Center
Membantu “Jomblo” Kita (Anggota Belum Menikah) di Komunitas Kita untuk Menikah: Imam Shamsi Ali
Komunitas Muslim yang tinggal di Barat menghadapi banyak tantangan. Ini termasuk menjalani kehidupan sebagai imigran di tanah air baru, memastikan anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang baik dan peluang karir, serta tinggal di lingkungan di mana mereka mungkin tidak selalu merasa diterima.
Namun, kekhawatiran terbesar mereka berputar di sekitar deen (iman) mereka—identitas Islam mereka dan kebebasan untuk menjalankan agama mereka. Banyak orang tua, khususnya, sangat khawatir tentang masa depan anak-anak mereka dan generasi yang akan datang. Ketakutan ini tidaklah tanpa alasan. Banyak Muslim imigran yang menetap di Barat telah menyaksikan anak-anak mereka kehilangan koneksi dengan Islam seiring berjalannya waktu.
Oleh karena itu, membahas masa depan generasi kita dalam konteks Barat sangat penting untuk kelangsungan hidup komunitas kita. Diskusi ini bukan sekadar tentang kesuksesan akademis atau profesional. Di bidang ini, Amerika tetap menjadi tanah peluang—tempat di mana individu dapat mengejar pendidikan tinggi dan membangun karier yang menjanjikan. Saya telah bertemu dengan banyak orang tua yang memiliki pekerjaan sederhana, seperti sopir taksi atau petugas keamanan, yang berhasil mengirim anak-anak mereka ke perguruan tinggi dan universitas paling bergengsi.
Namun, kekhawatiran yang sebenarnya terletak pada menjaga deen mereka—iman dan identitas mereka sebagai Muslim. Masyarakat tempat kita tinggal seringkali menghadirkan nilai-nilai dan norma-norma yang bertentangan dengan ajaran Islam, menciptakan tantangan signifikan bagi kaum muda Muslim yang berusaha mempertahankan iman mereka. Oleh karena itu, dapat dimengerti dan logis bagi orang tua untuk khawatir tentang kelangsungan identitas Islam anak-anak mereka di lingkungan ini.
Membantu Mereka Menemukan Pasangan Hidup
Salah satu tantangan kritis yang dihadapi oleh generasi muda kita adalah menemukan pasangan hidup yang cocok—istri untuk para pria muda dan suami untuk para wanita muda. Banyak orang tua, baik ayah maupun ibu, telah secara pribadi menghubungi saya, mengungkapkan kekhawatiran mereka bahwa anak-anak mereka semakin tua tanpa menikah. Dalam banyak kasus, ini bukan karena anak-anak tidak ingin menikah. Melainkan, mereka kesulitan menemukan kandidat yang cocok atau ideal.
Ini menghadirkan dilema nyata bagi kaum muda Muslim. Di satu sisi, mereka tumbuh dalam lingkungan di mana interaksi antara jenis kelamin adalah hal yang biasa, dengan persahabatan dan komunikasi antar jenis kelamin menjadi hal yang normal. Di sisi lain, mereka menyadari ajaran dan etika Islam mengenai interaksi gender, terutama dalam konteks hubungan serius seperti pernikahan.
Situasi ini mengingatkan pada sebuah ayat dari Al-Qur’an:
Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (menikah) di antara hamba-hamba sahaya kamu dan budak-budak kamu. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian dan orang-orang yang baik di antara budak-budak kalian yang laki-laki dan perempuan.” Jika mereka miskin, Allah akan memperkaya mereka dari karunia-Nya, dan Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui.
(QS. An-Noor 24: Ayat 32)
Dari ayat ini, saya ingin menyoroti dua poin penting:
Adalah kewajiban bagi orang-orang beriman untuk membantu mereka yang belum menikah di antara mereka untuk menikah. Ayat tersebut mengandung perintah (fi’l amr) yang menginstruksikan orang-orang beriman untuk membantu individu yang belum menikah dalam menemukan pasangan. Secara alami, ini melibatkan membantu mereka mengidentifikasi kandidat yang cocok dan ideal untuk menikah.
Perintah ini ditujukan dalam bentuk jamak, yang berarti ini adalah kewajiban kolektif. Sementara orang tua individu memainkan peran penting, Allah jelas mengharapkan Ummah (komunitas) untuk terlibat aktif dalam membantu yang belum menikah untuk menikah.
Peran Komunitas
Keterlibatan komunitas, melalui organisasi Muslim, pusat komunitas, dan masjid, sangat penting dalam menangani masalah ini. Inisiatif seperti acara pencarian jodoh—atau pertemuan-pertemuan yang dinamai dengan tepat sesuai dengan pedoman Islam—sangat penting untuk tujuan ini.
Mengorganisir acara semacam itu, di mana anggota komunitas yang belum menikah dapat dengan serius mengejar niat mereka untuk menemukan pasangan yang cocok, tidak hanya diperbolehkan tetapi juga dianjurkan oleh Al-Qur’an.
Meskipun acara pencarian jodoh bukanlah satu-satunya cara untuk menemukan pasangan, acara tersebut praktis dan efektif bagi mereka yang secara aktif mencari pasangan. Menganggap acara-acara semacam itu sebagai tidak Islami atau sebuah inovasi adalah tidak berdasar.
Mengadakan acara-acara ini di masjid atau pusat-pusat Islam menawarkan manfaat tambahan:
Niat yang Murni: Karena masjid adalah rumah Allah, mereka yang hadir cenderung memiliki niat yang tulus untuk menyenangkan Allah.
Menghormati Pedoman Islam: Acara yang diadakan di pusat-pusat Islam secara alami diatur oleh aturan rumah Allah. Kode berpakaian yang tepat, kehadiran wali, dan interaksi yang diawasi memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Islam. Ini mencegah pertemuan pribadi yang tidak diawasi dan mendorong transparansi.
Untuk alasan-alasan ini, organisasi Muslim nasional besar seperti ISNA, MAS, dan ICNA telah mengambil tanggung jawab untuk mengorganisir acara pencarian jodoh. Saya yakin bahwa organisasi-organisasi ini telah mencari bimbingan dari ulama Islam yang berpengetahuan. ISNA, misalnya, memiliki dewan Fatwa, Dewan Fiqh Amerika Utara, yang mengawasi inisiatif semacam itu.
Kesimpulannya
Mereka yang mempertanyakan legitimasi acara pencarian jodoh yang diselenggarakan oleh organisasi Islam, pusat-pusat, atau masjid tidak memiliki dasar untuk keberatan mereka. Seringkali, keberatan-keberatan ini berasal dari motif lain atau kesalahpahaman. Allah Maha Mengetahui!
Sudah saatnya bagi komunitas kita untuk memprioritaskan masalah ini dan mengambil tindakan kolektif. Dengan melakukan hal tersebut, kita memenuhi tanggung jawab kita sebagai Ummah dan memastikan pelestarian generasi mendatang kita dalam iman, identitas, dan praktik.
Jamaica Hills, 22 Desember 2024
*Direktur/Imam, Pusat Muslim Jamaika