

Judul : Gelora Api Revolusi: Sebuah Antologi Sejarah (Edisi Revisi 2024)
Penulis : Colin Wild dan Peter Carey
Cetakan : Pertama, September 2024
Tebal : xl + 382 halaman
ISBN : 978-623-160-726-3
Penerbit : Penerbit Buku Kompas, Jakarta
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai beragam cerita dahsyat dalam perjalanan sejarah menuju Indonesia merdeka dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Beragam cerita dahsyat sejarah ini dapat dibaca dan dihayati melalui berbagai karya tulis dari berbagai latar belakang penulis. Satu di antaranya yang patut untuk mendapatkan perhatian adalah buku karya Colin Wild dan Peter Carey dengan judul Gelora Api Revolusi: Sebuah Antologi Sejarah.
Duet Colin Wild dan Peter Carey menerbitkan buku ini pertama kali pada tahun 1986. Seiring berjalannya waktu, Penerbit Buku Kompas mempunyai inisiatif untuk menerbitkan ulang buku dengan ketebalan lebih dari 400 halaman ini. Bagi penyuka buku dan dunia literasi, ada situasi yang tidak bisa dideskripsikan dengan apapun ketika melihat dan membaca buku tebal. Ada atmosfer yang sangat menarik dalam membaca buku tebal karena ada tantangan tersendiri untuk dapat membaca dan menjiwai buku-buku tebal tersebut dari halaman awal sampai dengan halaman terakhir.
Buku ini mempunyai sampul depan dengan gambar batik ‘Api Revolusi’ dari pembatik Trishadi, Surakarta, 1966. Batik merupakan salah satu identitas unik dari bangsa maritim dan negara agraris bernama Indonesia yang membuat kita semua bangga dan bahagia untuk dapat menetap dan berbakti di bumi Nusantara dengan cara dan perjuangan kita masing-masing bersama sejarah yang menggelora jiwa dari dulu, kini, dan untuk selama-lamanya.
Buku sejarah yang sangat luar biasa ini terdiri dari 39 bagian yang terdiri dari tulisan para kontibutor yang menjadikan Indonesia sebagai kajian yang unik serta menarik dan wawancara dengan para tokoh sejarah yang telah mendedikasikan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan Indonesia. Satu hal yang patut kita jadikan teladan dalam perjalanan mengisi dan meneruskan kemerdekaan Indonesia yang telah didapatkan melalui berbagai perjuangan dan pengorbanan.
Colin Wild mengenai Indonesia menulis (halaman xix), “Sejarah suatu bangsa bukan hanya harta milik bangsa itu sendiri saja, melainkan juga menjadi milik seluruh umat manusia. Para sarjana dari banyak negara di dunia telah mencurahkan tenaga mereka untuk mengkaji sejarah Indonesia modern. Sejarah kebangkitan Indonesia dan kemudian upayanya untuk menuntut hak-haknya adalah sejarah dari suatu bangsa yang berbakat dengan nasib yang dalam jangka waktu terlalu lama ditentukan oleh bangsa asing, namun dengan tangannya sendiri menggenggam untaian sejarahnya serta menjalin untaian itu menjadi kalung kehormatan bangsa.”
Peter Carey mengenai edisi kedua buku ini menulis (halaman xxxiv), “Semoga edisi kedua yang direvisi ini, yang diterbitkan tepat pada waktunya untuk merayakan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2024, bisa dibaca luas oleh penggemar sejarah Indonesia, dan bisa memberi pencerahan mengenai jalan yang berliku-liku dan alot menuju kemerdekaan.” Buku tebal yang sarat romantika sejarah ini sangat layak menjadi kajian mendalam mengenai perjalanan panjang dalam semangat dan gelora api revolusi Indonesia yang berkobar dalam semangat juang. Hal inilah yang harus selalu dinyalakan semangatnya oleh generasi penerus Indonesia yaitu gelora api revolusi.
Menurut Peter Carey (halaman 10), ada empat macam unsur yang memainkan peranan pokok dalam pertumbuhan kesadaran nasional di Indonesia. Pertama, terdapat peningkatan dalam penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat untuk berkomunikasi dan mengemukakan pikiran di bidang politik. Kedua, terdapat peranan dari suatu sejarah “nasional” yang baru saja tercipta, yang dengan pintarnya dimanfaatkan oleh para pemimpin nasionalis Indonesia untuk tujuan-tujuan politik. Ketiga, terdapat gambaran-gambaran yang berpengaruh dari zaman animisme di masa lampau Indonesia. Keempat, barangkali yang paling penting, ialah terdapatnya harapan-harapan di kalangan rakyat mengenai akan terjadinya pembebasan oleh orang-orang Jepang yang pada umumnya dihubungkan dengan ramalan-ramalan Joyoboyo.
Guru bangsa, Tjokroaminoto, oleh Pieter Korver menulis (halaman 29), “Ia bukan saja merupakan pemimpin yang terpenting dari Sarekat Islam, melainkan tidak disangsikan lagi adalah salah seorang pemimpin paling penting dalam keseluruhan perjuangan kebangsaan Indonesia. Diberkahi dengan sifat-sifat pribadi yang luar biasa, ia adalah orang terhebat di antara rekan-rekan semasanya, sekaligus memainkan peranan sebagai orator, wartawan, tokoh politik, dan diplomat. Dengan semangatnya berapi-api, ia mengabdikan seluruh jiwa raganya pada gerakan itu. Yang terpenting dari semua itu, ia adalah seorang demokrat sejati, yang berjuang keras untuk kemerdekaan nasional Indonesia, dan perbaikan nasib seluruh rakyat Indonesia.”
Salah seorang murid Tjokroaminoto bernama Sukarno yang dengan semangatnya yang menggebu-gebu merupakan salah seorang pahlawan Indonesia yang berjiwa merdeka. Sukarno oleh John Ingleson menulis (halaman 73-74), “Sukarno adalah tokoh dengan daya tarik utama bagi PNI. Ia adalah seorang ahli pidato yang hebat. Pidato-pidatonya penuh dengan dasar-dasar pokok pikiran nasionalis yang disampaikan dalam bahasa sederhana, yang dengan mudah dapat dimengerti oleh para pendengarnya. Ia menggunakan dongeng-dongeng dan cerita-cerita rakyat setempat yang populer, terutama cerita-cerita wayang, untuk mewujudkan pikiran-pikiran PNI yang nasionalis. Salah satu dari pesannya yang pokok ialah bahwa sebelum kemerdekaan dapat dicapai, rakyat Indonesia perlu terlebih dahulu mencapai kebebasan rohani. Kebebasan rohani, menurut pendapat Bung Karno, akan diperoleh apabila rakyat Indonesia mengatasi rasa rendah diri dan ketergantungan mereka secara kejiwaan pada Belanda. Dalam pidato-pidato serta tulisan-tulisannya, Sukarno mendorong rakyatnya agar merasa bangga atas kebudayaan serta prestasi mereka di masa lampau dan agar bekerja sama untuk menciptakan suatu bangsa Indonesia yang merdeka.”
Mengenai peran penting radio dalam perjuangan Indonesia merdeka, Colin Wild menulis (halaman 230), “ Radio sebagai alat komunikasi telah digunakan secara efektif oleh para pemimpin republik tetapi, seperti yang telah kita lihat, tampaknya terdapat sedikit rasa curiga terhadap keampuhan peranan yang dapat dimainkan oleh radio itu sendiri. Baru delapan bulan kemudian RRI bisa dijadikan badan penyiaran resmi oleh republik ini, dan biarpun demikian, stasiun radio di Tawangmangu tetap dianggap berpotensi menjadi ancaman. Apakah Sukarno berpendapat bahwa orang lain bisa memanfaatkan siaran radio untuk keuntungan mereka sendiri, seperti yang telah ia lakukan pada masa pemerintahan Jepang? Apakah ia merasa kalau siaran radio bisa dirampas oleh pihak lain dan digunakan untuk melawannya, seperti yang telah digunakan kaum komunis di Madiun? Apa pun pendapatnya, kenyataannya ialah kepemimpinan revolusioner memerlukan radio, terutama di waktu-waktu krisis, dan berkat pandangan jauh dari personel radio, alat ini biasanya tersedia di saat-saat yang sangat diperlukan.” Radio terbukti menjadi salah satu alat perjuangan bangsa dan negara Indonesia.
Pada bagian wawancara dengan Burhanuddin Mohammad Diah, salah seorang pelopor pers Republik Indonesia, disampaikan bahwa (halaman 235), “Jadi, sejarah pers Indonesia adalah sejarah yang memberikan bantuan pada perjuangan kemerdekaan Indonesia keseluruhannya, dari zaman ke zaman. Juga di zaman Jepang demikian, walaupun kekuasaan itu ada di tangan Jepang, pemerintah Jepang, tetapi di situ kita bisa melihat dinamika dan militansi daripada pemikiran-pemikiran untuk kemerdekaan itu dapat disisipkan melalui tulisan-tulisan pemimpin-pemimpin maupun pengutipan pidato-pidato pemimpin Indonesia.” Kekuatan suatu tulisan dari berbagai tokoh bangsa telah terbukti sebagai salah satu aspek penting dalam sejarah Indonesia merdeka.
Didi Kwartanada, sejarawan independen, dalam buku ini menulis (halaman 291 – 307) tentang peran etnis Tionghoa dalam sejarah perjuangan menuju Indonesia merdeka. Didi Kwartanada menulis dengan tulisan yang mengalir indah bagaikan irama lagu indah kemajemukan Indonesia yang hakiki. Dalam tulisan Didi Kwartanada yang sangat informatif ini, juga disajikan daftar pustaka agar para pembaca dan para peminat sejarah dapat mengkaji lebih dalam dan lebih lanjut.
Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke, berdiri tegak karena dukungan kuat dan perjuangan tulus dari berbagai kalangan yang majemuk mulai dari agama, suku, ras, budaya, adat istiadat, dan lain-lain yang bersatu padu dengan kesadaran memikat dan keberanian hebat dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika untuk selamanya menjadi bangsa besar dan negara merdeka. Hal inilah yang sudah tentu harus kita jiwai sepenuh hati dengan tulus demi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Sang Saka Merah Putih!
Jimmy Frismandana Kudo
Guru PPKN SMA Darma Yudha, Pekanbaru
frismandana@yahoo.co.id