DUMAI – TIRASTIMES || Buku berjudul ‘Sejengkal Tanah Kopak’ karya Agoes S.Salam sapaan akrab Agoes Budianto, dibedah pada sebuah seminar yang ditaja oleh Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia (PII) Dumai.
Buku yang memuat 19 puisi tersebut dikupas oleh dua pembicara yakni DR. Muhammad Husnu Abadi, M.Hum (Dosen Universitas Islam Riau) dan Ujang Hermanto serta dihadiri juga oleh Iwang Aridwan Ketua Dewan Kesenian Dumai dengan moderator, Tantri Subekti. Acara Bedah Buku ini berlangsung, Minggu (22/11) di Teras Dewan Kesenian Daerah Dumai, Jl. Merdeka – Dumai
Husnu Abadi, yang juga sastrawan ini tampil pada sesi pertama lebih menyorot tema-tema puisi dalam buku tersebut.
”Saya melihat penulis hendak mendeklarasikan manifesto politiknya, keberpihakannya kepada nasib rakyat banyak. Oleh karena itu, melalui judul-judul puisinya yang antara lain berbunyi: Tersebab Haku Sakai, Jazirah Tapak, Sedot Terus sampai Pupus Biar Kami Mampus, dah lah tu, Luka, Paragraf Ketujuh, Ulama dan Ambigu Penguasa, Aku dalam Aku, Dia sudah dekat, Monumen Polong, Marsinah, Seteru, Habis Manis Sepah Didedah, Mei 1998, Ini bukan Gurauan, Suara Lorong kamar, Pagi Presiden, Akan Kugugat kau, Menokak Luka pada Parut Puru dan lain-lakn,” kata Husnu.
Pada kesempatan yang sams, Husnu Abadi, juga menyorot salah satu hal yang banyak dibahas dalam buku tersebut. Menurutnya, buku karya Agus S.Salam cukup banyak mengangkat isu tema-tema kritik sosial.
Hal ini tak heran, karena Agoes juga adalah aktivis pergerakan dan termasuk pegerakan buruh. Tak heran bila dia mengangkat dan menulis puisi berjudul Marsinah, seorang buruh wanita di Sidoardjo, yang memimpin demonstrasi buruh dan akhirnya pihak pengusaha atau bersama pemegang kekuasaan menjinakkannya dan menjadi tidak bernyawa, dan sampai kini tidak jelas bagaimana proses penegakan hukumnya.†terangnya.
Selanjutnya, kata Husnu, Penyair Agoes, memang nampaknya harus memperkaya metafora dan perlambangan dalam setiap penulisan sajak-sajaknya, sehingga narasi yang ditulisnya akan semakin hidup dan mampu meninggalkan lebih banyak kesan, sekaligus menjadikan pembaca akan liar dalam menafsirkannya. Demikian juga dengan diksi (pilihan kata) dimana kemampuan seseorang akan diuji.
”Semakin dia lihai dan cerdik dalam memilih kata yang pas untuk sajak-sajaknya, maka dia akan semakin meninggalkan kesan bagi pembacanya. Demikian juga memperluas pergaulan dengan kalangan penyair dan penulis ataupun budayawan. Membaca karya orang lain akan memperkaya kosa kata yang akan digunakan dalam proses penulisan,” imbuh Husnu.
Disampaikan juga oleh Ujang Ermanto, saya kira di masa depan harus muncul banyak penulis dan penyair Riau, bahkan bukan hanya penyair, tapi juga cerpenis, dan novelis. Bahkan suatu saat, antologi bisa dirancang dari Dumai. katanya.
Sementara Iwang Aridwan menyampaikan bahwa ditengah pandemi ini Dewan kesenian Dumai tidak pernah putus kegiatannya walaupun anggarannya dari swadaya.
“marilah kita bangkitkan karya-karya Puisi dan sastra dan seni rupa dengan memanfaatkan teknologi multimedia untuk menembus pasar-pasar online, kita harus melek digital. tambahnya.
Usai pemaparan dari para pembedah, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Pada sesi itu, antusiasme peserta seminar sangat tinggi. Hal itu terlihat dari banyak pertanyaan yang muncul mengenai berbagai hal.
Diantaranya bagaimana bisa membangkitkan daya minat menulis dan membaca puisi, hubungan sanggar seni dan DKD Dumai bagaimana relasi diantara keduanya, melek digital, karena segala jenis Seni bisa ditampung.
Pada acara diskusi bedah buku ini ditampilkan pula nyanyian dan beberapa puisi-puisi yang di persembahkan dari para pelajar dan mahasiswa di Dumai. (hs)