

Di mataku,
ia ibarat langit
Birunya cerahkan semestaku
Hijaukan pohon-pohon yang tumbuh di serambi jiwaku
Putihkan petunia-petunia yang menjuntai di taman sukmaku
Merahkan mawar-mawar yang mekar dalam vas-vas cintaku
Setelah ia tiada
Langitku berubah warna
Tiba-tiba ia kuning,
seperti warna bunga pohon kemuning,
yang tumbuh di tebing-tebing
Segalanya jadi mekar sebentar kemudian layu mengering
Esoknya langitku kembali berubah
Seperti warna gersang tanah,
menghampar di lembah-lembah
Segalanya berharap hujan tumpah,
basahi setiap jengkalnya dengan tabah
Pernah juga langitku hitam
Seperti malam,
yang terbuat dari rindu-rindu terpendam,
dari ingatan-ingatan lebam,
dari harapan-harapan yang tenggelam
di laut dalam
Hari ke sekian
Setelah warna langitku bergantian
Dalam tidur yang kelelahan,
aku mimpi ia melontarkan pertanyaan:
“Nak, bukankah kita memiliki negeri di atas langit yang tinggi?
tapi mengapa justru pada tanah dan debu kau tujukan diri?
~
Pekanbaru, September 2020