Nasib Buku, Plakat dan Piagam Penghargaan di Hari Tua

54
Tulisan Terkait
Berita Lainnya

Loading

Oleh: Fakhrunnas MA Jabbar – SAYA merasa tergelitik ketika wartawan-sastrawan Wina Armada SA memajang foto sedang membongkar kumpulan plakat dan piagam di dalam kardus. Tumpukan  koleksi itu tentu sudah berumur puluhan tahun. Kepedulian untuk membongkar kardus itu terjadi saat dirinya berada  menjelang  usia tua.

Bagi saya pun, tumpukan plakat dan piagam serta deretan ribuan buku di rak perpustakaan  dalam rentang puluhan tahu ternyata di usia sekarang  dirasakan jadi masalah tersendiri.

Khusus plakat dan  piagam, mau dipajang? Pasti tak cukup tempat lagi.  Mau dikardus? Buat apa dan sampai kapan mau disimpan tak terurus. Sedang untuk  koleksi buku perpustakaan pribadi saja kini juga  sudah jadi masalah.

Saya punya koleksi sekitar 5000 buku. Sekarang saya sejak 5 tahun terakhir, saya sudah meninggalkan hal-hal  yg dulu paling disukai: tak lagi ‘berburu’ di toko buku karena  sudah  kekurangan ruangan dan rak buku. Juga kekurangan dana. Hehe. Begitu pula membuat kliping koran dan majalah  juga sudah  tidak lagi dilakukan seperti dulu- kecuali yang sangat penting terlait dengan bahan kuliah atau bahan disertasi bidang komunikasi karena kliping-kliping lama ternyata  tak terurus juga.

Saya sekarang  jadi selalu berpikir, andai  setelah saya tak ada, tentulah nasib peninggalan itu semua jadi  penuh tanda tanya. Bisa tak jelas nasibnya. Apalagi empat orang anak saya -lelaki paling sulung sudah berkeluarga dan punya satu putra usia empat tahun lebih- berada di perantauan di Jawa. Ada yang kerja dan si bungsu perempuan masih kuliah. Saya merasakan tak ada di antara mereka yang bakal peduli dengan koleksi buku, plakat, piagam dan koleksi lain. Istri saya pun juga bukan seorang yang betah mengurus perpustakaan pribadi saya.

Lebih sepuluh tahun silam, saat saya dan istru  berlebaran di rumah sastrawan Alm. Hamid Jabbar -abang sepupu saya- di Cibubur, Jakarta Timur, 
saya menyaksikan ribuan buku yang dulu terpajang di lemari dan rak buku, sudah tidak ada lagi.

Waktu ditanya di mana buku-buku itu sekarang? Putri sulung Hamid, Meuthia yang menerima kunjungan kami – Uni Anis, istri Hamid sedang berkunjung di kampung orangtuanya- bercerita dan menunjuk ada tumpukan  7-8 kardus besar di sudut ruangan. Ternyata sudah belasan tahun juga tumpukan kardus itu tak terurus.

”Dulu  beberapa tahun setelah Ayah wafat, ada sastrawan terkenal,  teman Ayah yang mau mengambilnya. Makanya kami kardusksn agar mudah membawanya. Tapi gak tahu, sampai sekarang tak ada lagi ceritanya. Mungkin teman Ayah itu juga sudah lupa,” ujar Meuthia.

”Pak Cik bawalah buku-buku itu. Di rumah ini juga hanya memenuhkan ruangan,” kata Meuthia lagi.

Waduh, saya menjawab dalam hati, koleksi ribuan buku saya juga sudah menumpuk juga. Tak mungkinlah buku-buku itu saya bawa. Mau ditaruh dimaba lagi, ruang kerha saya di rumah juga sudah penuh sesak dan melimpah buku sehingga ratusan buku berjejer di lantai. Ongkos kirim kardus-kardus buku itu ke tempat saya pasti mencapai jutaan rupiah juga.

Jauh sebelum itu, penyair hebat, Ibrahim Sattah juga meninggalkan koleksi ribuan buku saat wafatnya. Nasib buku-buku itu sempat diselamatkan oleh muridnya dengan membuat Perpustakaan Ibrahim Sattah di pojok ruangan di salah satu gedung Purna MTQ -sekarang bernama Bandar Seni Raja Ali Haji- Bandar Serai- tak jauh dari Bandara Sultan Syarif Kasim II, Simpangtig, Pekanbaru. Tapi akibat tak adanya dana pengelolaan, perpustakaan itu tak jelas nasibnya dan konon koleksi buku-buku itu ‘diselamatkan’ beberapa murid Ibrahim yang juga sastrawan. Gedung tempat perpustakaan itu pun sudah sejak lama dirubuhkan.

Lain lagi nasib koleksi buku milik  sastrawan dan budayawan Riau, Alm.Hasan Junus.  Ketika baru wafat, koleksi ribuan buku yang ditinggalkan  Hasan  termasuk manuskrip penting di dalam komputerñya sempat tak terurus. Istrinya, Kak Ifah -saya akrab memanggilnya begitu- juga cukup gelisah dengan peninggalan buku dan manuskrip itu.

Untunglah, akhirnya Pemprov Kepulauan Riau bersedia menyelamatkan koleksi buku Hasan Junus itu dan dibawa ke Tanjungpinang. Kalau tak salah, ada sagu hati sebesar Rp. 70 juta -hampir 20 tahun lalu- yang diserahkan pada ahli warisnya.

Sahabat saya, Dr. Husnu Abadi kini di usia 70 tahun merasakan hal yg sama. Husnu mulai mensortir buku-buku yang dipandang sudah patut  disumbangkan ke pihak-pihak yang memerlukan. Saya pun mulai ikut-ikutan  melakukan hal yang sama. Buku-buku yang ganda atau dipandang tak terlalu banyak terlait dengan profesi menulis atau bahan kuliah tentu diprioritaskan untuk disimbang ke perpustakaan sekolah SMA atau pihak lain.  Tentu ini jauh lebuh bermanfaat  karena bisa jadi amal jariyah. 

Sekitar empat bulan lalu, sebelum Covid 19 marak,  kami sempat  menyumbangkan ratusan buku sastra dan umum ke Perpustakaan SCB- perpustakaan ini diresmikan langsubg oleh Presisen Penyair Indonesia itu-  di SMA Asshofa, Pekanbaru. Rencananya,  program menyumbang buku ini mau kami teruskan ke beberapa sekolah lain. Termasuk Perpustakaan Ibrahim Sattah di SMA Cendana, Rumbai yang digagas oleh sastrawan Bambang Kariyawan.

Saya pernah menggagas belasan tahun silam agar buku-buku di perpustakaan pribadi yang dimiliki banyak orang, ketimbang hanya jadi ‘penghuni bisu’ di rumah-rumah , lebih  baik di’hibah-pinjam’ di Perpusda atau Perpuatakaan Kampus. Tinggal di sana dibuat ruangan/ rak khusus dengan mengabadikab  l nama penghibah buku tersebut pada rak atau ruangan perpustakaan tersebut. Tapi gagasan ini tak begitu bersambut.

Buku-buku  yang  dihibah-pinjamkan itu bisa saja dibuat perjanjian tertentu. Syukur-syukur ada dana sagu hati bagi pihak kekuarga yang berhak jadi ahli waris buku-buku tersebut. 

Begitulah hidup. Apa yang dulu sangat disayang-sayang dan dimanjakan, sampai masanya harus dilepas begitu saja. Memang tak ada yang abadi dalam hidup ini kecuali amal yang bisa dihasilkan selama menjalani kehidupan di muka bumi. ***

Fakhrunnas MA Jabbar adalah sastrawan, pensyarah dan wartawan pencinta buku, kini tinggal di Pekanbaru.

Berikan Tanggapan

Alamat surel anda tidak akan dipublikasikan