Pernikahan: Perjalanan Hidup Bersama

54

Sebagai seorang Imam di New York City, salah satu tanggung jawab saya adalah menikahkan pernikahan dalam komunitas kami. Tugas ini tidak hanya penting tetapi juga sangat penting, mulia, dan bermanfaat. Bagi saya, mengawasi pernikahan seseorang adalah cara untuk membimbing dan mengingatkan mereka tentang tanggung jawab hidup secara serius.

Tidak diragukan lagi, pernikahan dalam Islam adalah hal yang sangat penting. Pernikahan dipandang sebagai institusi pertama dalam kehidupan manusia, mendahului institusi pendidikan, ekonomi, atau politik. Institusi pernikahan ini didirikan oleh Allah SWT untuk Adam dan Hawa serta keturunan mereka.

Pernikahan juga melayani kecenderungan dan keinginan alamiah manusia. Dengan kata lain, setiap manusia secara alamiah membutuhkan pasangan atau pasangan hidup. Allah menciptakan setiap makhluk hidup berpasang-pasangan: “wa khalaqnakum azwaaja”.

Lebih jauh lagi, pernikahan dalam Islam diyakini sebagai jalan otentik menuju kedamaian dan ketenangan. Perdamaian harus dimulai dari diri kita masing-masing. Sulit untuk membayangkan perdamaian dunia ketika manusia secara individu mengalami gejolak batin. Sakinah, atau kedamaian dan ketenangan, dijanjikan melalui pernikahan (litaskunuu ilaihah).

Pernikahan adalah perjalanan seumur hidup.

Pernikahan dapat digambarkan dengan berbagai cara; salah satu gambarannya adalah bahwa pernikahan adalah sebuah perjalanan yang dilakukan oleh dua orang (pria dan wanita) untuk seumur hidup. Dari saat mereka menyatakan “qabiltuk” (saya terima kamu) sampai akhirat, mereka berkomitmen untuk bersama.

Agar perjalanan ini berhasil, saya biasanya menyampaikan beberapa nasihat dalam khotbah (pidato untuk menasihati pengantin pria dan wanita) selama pernikahan.

Pertama, perjalanan ini memerlukan tanggung jawab yang besar. Nabi memberi tahu orang-orang yang beriman bahwa seseorang yang diberkati dengan pasangan yang saleh telah memenuhi setengah dari kewajiban agamanya. Setengah sisanya adalah tanggung jawab pribadi mereka untuk bertakwa kepada Allah.

Tulisan Terkait

Kedua, perjalanan ini harus dimulai dengan visi yang jelas. Dalam terminologi Islam, visi disebut “niat”. Ini adalah jawaban dari pertanyaan mendasar yang harus ditanyakan oleh setiap pasangan kepada diri mereka sendiri: “mengapa saya ingin menikah dengannya?”. Jawaban dari pertanyaan ini akan membentuk cara mereka menjalani pernikahan. Sebuah hadis mengatakan: “sesungguhnya perbuatan ditentukan oleh niat”.

Ketiga, perjalanan ini membutuhkan penerangan, dan cahaya pernikahan adalah pengetahuan. Ada banyak hal yang harus dipelajari dalam sebuah pernikahan, seperti “mengenal satu sama lain” sebagai pasangan. Ta’aruf (mengenal satu sama lain) sangat penting untuk kehidupan yang harmonis, yang harus dimulai dari rumah.

Keempat, agar perjalanan ini dapat terus berlanjut, dibutuhkan bahan bakar, dan cinta (Al-wuddu) adalah bahan bakar untuk pernikahan. Allah berfirman dalam Al-Quran: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan Dia (Allah) menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya”.

Kelima, perjalanan ini adalah ibadah seumur hidup. Dalam Islam, pernikahan adalah ibadah yang berpahala tinggi. Setiap hal baik yang terjadi di antara pasangan setelah menikah dianggap sebagai ibadah. Bahkan hanya dengan saling tersenyum sebagai suami dan istri atau melakukan hubungan intim yang sangat pribadi pun dinilai sebagai ibadah di sisi Allah, seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis.

Keenam, perjalanan ini sangat menantang. Jalannya bergelombang dan penuh dengan duri. Namun, ini adalah jalan yang juga penuh dengan berkah dan sukacita. Cara terbaik untuk mengatasi tantangan-tantangan ini adalah melalui kemitraan antara pasangan. Oleh karena itu, dalam Islam, suami dan istri disebut sebagai “zauj”. Cara terbaik untuk menggambarkan “zauj” adalah melalui deskripsi Al-Quran: “mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka”. Pakaian saling menutupi kekurangan satu sama lain ketika menghadapi tantangan hidup.

Terakhir, perjalanan ini adalah perjalanan menuju masa depan yang sesungguhnya. Ada dua aspek penting yang berhubungan dengan masa depan ini. Pertama, ini adalah tentang generasi penerus umat manusia di masa depan. Pernikahan seharusnya menjadi langkah awal dalam mempersiapkan generasi yang kokoh dan saleh (dzurriyah solihah). Kedua, pernikahan adalah sebuah perjalanan untuk mempersiapkan kehidupan masa depan kita di akhirat. Ketika pasangan berkomitmen untuk bersama di dunia, mereka juga harus berkomitmen untuk bersama di Jannah. InsyaAllah!

Kota Manhattan, 7 Agustus 2023

(Sebuah artikel yang dibagikan ulang untuk manfaat yang lebih besar).

 

Berikan Tanggapan

Alamat surel anda tidak akan dipublikasikan