

Karena senja terlalu jingga untuk kukenang
Maka aku pun terlena dalam hitam cintamu
Karena lupaku tarian angin tak lagi indah
Laut menjulur dengan semburat jemarinya
Gunung mendetak dengan hisapan lidahnya
Mereka memang tak bisa kugenggam, sayangku
Tapi jiwaku telah kelam,
telah membenam,
telah menggeretak
Aku telah luka
Butuh nada-nada
Irama syahdu pembalur jiwa
Meretas pilu-pilu pedih
Renjis angin meluruhkan hampa
Aku hampir lupa kalau diriku punya Tuhan
Sang Penyayang yang tidak perlu kasih sayang
Terimalah warna doaku dengan putih senja-Mu
Yang selalu terbang dalam sajak-sajakku.
Pekanbaru, 2012
Kita tidak pernah tahu
Kapan waktu memilih kita
Saat pulang …
Saat pergi …
Ada sesuatu yang dengan setia menggerakkan
Pulang yang bersahaja
Pergi yang bermakna
Waktu selalu rela memberi secawan ruangnya
Kita tuang …
Kìta buang …
Bersama kuas yang memilih warna di atas kanvas diri
Hitam …
Putih …
Abu-abu …
Entahlah …
Kita memang tidak pernah tahu …
Pekanbaru, 2019
Untuk pemuatan karya sastra (Puisi, Cerpen, Esai, Kritik, Resensi, Peristiwa Budaya, dan tulisan sastra lainnya) silakan dikirim melalui surel:
redaksi.tirastimes@gmail.com