

Afif sedang memikirkan apa yang akan ia lakukan ke depan, yakni berlibur bersama keluarga. Sudah lama ia tidak berlibur bersama keluarganya, dan sampai saat ini, ia dan keluarganya belum merencanakan berlibur di mana, kapan, dan bagaimana memulainya.
Afif sudah tidak sabar liburan. Ia pun menanyakan kepada ayahnya, “Ayah, kapan kita liburan?” Tanya Afif.
“Insya Allah minggu depan, Bang,” jawab ayahnya.
“Kok lama sekali ya, Yah?” Tanya Afif dengan muka bingungnya.
“Soalnya, ayah dan bunda minggu ini masih bekerja, dan belum bisa mengambil cuti,” jawab ayahnya lagi.
“Owh, ok, Yah,” setuju Afif.
“ Afif ke kamar dulu ya, Yah,” ucap Afif pamit kepada ayahnya.
“Iya, Bang,” jawab ayah.
Afif pun pergi menuju kamarnya.
Saat di dalam kamar, ia pun berbaring di kasur, dan mulai membayangkan kebahagiaan ketika berlibur bersama keluarganya. Saking senangnya memikirkan berlibur bersama keluarga terkadang ia senyum sendiri. Setelah sekian lama ia pun mulai kekelahan dan mulai mengantuk, dan memutuskan untuk memicingkan mata.
***
Tibalah hari yang ditunggu-tunggu Afif dan keluarganya. Hari di mana mereka memulai perjalanan liburan. Mereka pergi meninggalkan rumah tercinta ketika hari hampir senja.
Di tengah perjalanan, mereka merasa kelaparan, dan memutuskan singgah ke rumah makan terdekat.
Namun rumah makan paling dekat tak kunjung mereka temukan. Hanya terlihat rumah-rumah terbengkalai, dan tidak berpenghuni. Afif heran melihat rumah-rumah terbengkalai tersebut. Ia bertanya kepada bundanya.
“Bunda, kok dari tadi kita hanya melihat rumah-rumah terbengkalai?” Tanya Afif dengan raut muka heran.
“Hmm. Bunda juga tidak tahu, Nak, kenapa di sini tidak ada satu pun manusia, dan hanya ada rumah-rumah yang terbengkalai,” jawab bundanya.
Kegelapan mulai menyelimuti tempat Afif dan keluarganya berada, tanda sudah malam, dan harus beristirahat.
Afif yang sudah dari tadi menyadari langit sudah mulai gelap dan harus beristirahat, ia pun berkata kepada ayahnya. “Yah, sekarang sudah malam, apakah tidak sebaiknya kita beristirahat lebih dahulu?” saran Afif.
“Ya, Bang. Ayah juga berpikiran sama dengan abang, tapi kita mau beristirahat di mana? Sedangkan kita dari tadi hanya menemukan rumah-rumah terbengkalai,” ucap ayahnya.
“Ya juga ya, Yah,”gumam Afif.
“Bagaimana kalau kita tidur di mobil saja?” saran bunda Afif.
“Nah, boleh juga ‘tu,” kata Afif.
“Ya, sudah. Kita tidur di mobil saja,” ujar ayahnya setuju.
Ayah Afif memarkirkan mobil mereka di depan salah satu rumah yang terbengkalai. Keadaan rumah tersebut amat menyeramkan. Terdapat tumbuhan yang menjalar ke atap. Tingginya hampir mencapai tiga meter alias hampir menutupi rumah tersebut.
Ayah dan bunda sudah tidur lelap. Terdengar dengkuran kecil mereka mengisi kesunyian. Namun Afif belum bisa tidur. Semakin ia mencoba memicingkan mata sekuat-kuatnya untuk tidur, semakin banyak pikiran-pikiran aneh menghantuinya. Ia kesal dengan pikirannya. Tiba-tiba ia sesak buang air kecil. Ia buka mata seraya menoleh ke kiri dan ke kanan.
Matanya tertuju ke arah rumah yang terbengkalai di depan mobil mereka. Ia berpikir sejenak, apakah aku sebaiknya membangunkan ayah atau bunda? Akh, kasihan mereka karena baru saja tidur.
Apa aku buang air kecil di rumah itu saja agaknya ya? Tanyanya dalam hati.
Ah, janganlah. Takut ada sesuatu di sana, bisik hatinya.
Afif pun menoleh ke arah yang berlawanan, dan melihat sebatang pohon besar dan rindang berdiri di sana. Rasa sesak mau buang air kecil makin menyiksanya.
Tanpa pikir panjang, ia langsung membuka pintu mobil dan berlari ke arah pohon tersebut. Sesampainya di depan pohon itu, ia pun memenuhi panggilan alam alias buang air kecil.
Saat ingin kembali ke mobil, ia menoleh ke arah yang berlawanan dengan mobilnya. Tiba-tiba ada seorang wanita berlari ke arahnya. Rambutmya panjang hingga menutupi mukanya. Bajunya putih berbercak darah.
Melihat wanita itu, rasa takut menyelimuti perasaan Afif. Ia pun berlari menjauhi wanita itu.
Afif semakin kencang berlari ke arah mobil. Belum sampai di samping mobil, tiba-tiba tangannya ditarik wanita tersebut. Afif mencoba melawannya namun gagal. Makin ia coba melawan semakin kuat tarikan wanita tersebut, dan cengkeramannya begitu kuat sehingga membuat tangan Afif terkilir hebat.
Afif pun semakin panik, keringat dingin mulai mengalir di sekujur tubuhnya. Ia semakin melawan dan meronta-ronta agar terlepas. Tetapi usahanya tetap saja tidak berguna. Kemudian wanita tersebut menarik tangan Afif dan membenturkan kepalanya ke mobil sehingga membuat Afif tidak sadarkan diri. Kemudian wanita itu menyeretnya ke rumah terbengkalai.
Setelah itu, apa yang terjadi kepada Afif?
Ia terbangun dari tidur seraya memegang dada yang terasa sesak, dan mulutnya berkata, “Owh, ternyata cuma mimpi.”
Afif pun beristighfar, “Astaghfirullahal ‘aziiim.”
***
Payakumbuh, 29 Januari 2025
Fikraneil H Nouran merupakan siswa kelas XI SMA IT Insan Cendekia Boarding School (ICBS) Payakumbuh Sumatera Barat.