MANIFESTO DI DEPAN KOPI YANG MASAM
***
Duduk di manifesto
di depan kopi robusta yang masih hangat
aku diam diantara kenangan yang kau tayangkan
terbayang dalam dadaku, ada nyanyian runtuh
seiring slide-slide disodorkan ke permukaan
aku tak tahu nyala apa yang akan kau bakar dalam benak
semangat untuk sekedar membilas atau membawamu
ke musim yang lain tak terencana secara tanak
Di atas kopi yang masih hangat
kupaparkan wajah untuk mengulas nilai yang sebenarnya
ingin aku buang. jauh
kota ini telah membuatku sibuk untuk menjilat masa silau
tapi sebuah sajak yang kau baca menjadi catatan yang menusuk
tak terasa kopi sehangat itu membeku lalu sunyi di dinding waktu
Sejarah memang tak pernah bosan untuk menagih kenangan yang terhutang
aku tak pernah menjanjikan kisah yang tersulut manggut di museum
meski sekeranjang sampah yang dipoles menawarkan warna lain
tetap sulit diterima keadaan yang bungkam, kita berada di ruang berbeda
walau akhirnya hanya satu pintu menuju pemukiman
Sedianya aku terpesona memanjati rindu yang tumbang
namun kutengarai senyum yang kau biaskan berkabut sepanjang malam
bagaimana kuangkat sesuatu yang tenggelam sementara tubuhmu sendiri
enggan berenang
radeena, mengapa hidupmu seperti kopi yang kugenggam
hitam dan manis gula yang kau simpan adalah gendam yang berang
Masih di manifesto
di depan kopi robusta yang terasa masam
satu gemuruh bertambah panjang dan memilukan
pekat yang kita sua di suatu kedai
tak mampu menghangati cuaca yang tambah lebam
maka segera kulempar agar rindumu yang menggenang
terkulai di malam buram!
Madura, 20 Oktober 2021
Joko Rabsodi, lahir di Pamekasan, 11 Juni 1981. Santri yang mengabdi di SMA Negeri 4 Pamekasan, Madura. Karyanya terbit di Horison, Bali Post, Pikiran Rakyat, Kedaulatan Rakyat dan lain-lain. Antologi terbarunya bersama sosiawan leak, “Sabda Asmara Luka dan Rindu”, 2021.