

Suku Tuha
Kepada Roh Patih
I.
Talang tuah mamak menjura
Dari pagaruyung ke cenaku tigapuluh
Dari keturunan adam ketiga
Menyauk sampai tempatpati
Dari kandal tanah mekah
Merapung di sungai limau
Menjeram di sungai tunu
Mengupih di batang gangsal
Itulah mamak patih pertama
Dari datuk patih nan sebatang
Menyusur sungai nan tiga laras
Sungai tenang, keruh di batanghari
Sungai kuantan, kampar dan mandau
Di dusun tua bunga pasirmayang
Batin talang menggerai sengketa
Bernama inuman negeri tua
Cerenti tanah kerajaan
Alir pangean tepian raja
Di kampar tanah semenanjung
Mengumbut padi mengalas rotan
Menimang anak dan keturunan
Di pinggir air tiris kuok bangkinang
Di laras tanah kuantan singingi
Datuk perpatih bergelar bandara jati
Elok memimpin elok negeri
Berputri tiga, sibesi kelopak dan bunga
Patih nan bertiga pagar negeri
Puak berbagi di talang parit
Sibesi dan kelopak dengan talang perigi
Bunga dengan talang durian cacar
Di kelayang bumi berkembang
Tanah bergetar hinggakan dalam
Dari pagi hinggakan petang
Menguras badan membersihkan diri
Tanah kelayang awan mengembang
Bebunga musim di talang durian
Di talang tujuh buahtangga
Meretas anak talang selantai
Talang parit dan talang sungaicina
Di cenaku alam terkembang
Anak keturunan mematut diri
Mencari hutan membela marwah
Membelah bumi di perut kasai
Di talang baligan talang pejangki
Talang gedabu dan cenaku kecil
Hidup berkorong mati bertanah
Berislam menjadi langkah lama
Melayu dan syarak jadi pegangan
Di siambul dan talang takat
Perintah tuhan menjadi beda
Adat memakai syarak nomor dua
Rambut panjang bergigi garang
Bomo dan gawai beranggul tambak
Menghormat roh orang mati
Tradisi mengilir menyembah raja
Datuk di rengat pada bulan haji
Subuh ramadhan untuk bersukaria
Menghindar diri termakan sumpah;
Ke atas ndak bepucuk,
Ke bawah ndak beurat,
Di tengah dilarik kumbang
Hidup dan mati
Hanya sisa sisa
Dunia tuha adalah alam gaib
Menerang gelap hati membelah
Sembilan batang gangsal,
Sepuluh jan denalah
Denalah pasak melintang,
Sembilan batin cenaku
Sepuluh jan anak talang,
Anak talang tagas binting aduan
Berinduk mamak ke tiga balai
Pemimpin adalah patih berinduk
Patih baginda patih nan sabatang
Dari keturunan si kelopak
Si besi dan si bunga
Lahirlah maharaja mahkota
Beribu ke pagaruyung
Berbapak ke indragiri
Beraja ke sultan rengat
Bermula korong di sungai reteh
II.
Induk memiliki negeri beribu
Tak beraja di hati bersutan dimata
Keturunan dari penjuru angin;
Datuk mangkudun di sumanik
Datuk andama di soasa
Tuan kali dipadang ganting
Raja muda di siasam
Datuk titah di sungai tarap
Datuk orang godang di patipuhan
Nama sejawat sehidup semati
Membangun talang sampaikan ujung
Bijak negeri bangunlah marwah
Orang besar dalam negeri;
Sari mambang pariwanan
Datuk deli kepadai
Datuk deli kapinding
Cuti berbilang pandai
Dubalang setia dogam
Di pinggir sungaikeruh
Setia kemara sungai salak
Lahir satria baru talang dan mamak
Dimulai dari batin balungking
Sampai ke batin muda pengulu muda
Maja induk maja besuri
Pengulu antan setia diraja
Pengulu banyak ikan dan pelangko
Pengulu talang semelinang bungsu
Persubahatan adalah keyakinan
Meyakin kesetiaan dengan;
Lila pelawan di lipat kain
Tanggigo di punti kayu
Pengulu patih di pesajian
Datuk sati di batang kelawar
Bendara di suloaso
Datuk demotair di lubukramo
Datuk ibul di sungai besar
Menyeberang mudik ke keritang
Bertahta debalang pengulu denala
Pengulu talang jangkan reteh
Pengulu kemuning tua
Pengulu kemuning muda
Pengulu muda sungaiakar
Batin pelandak batin bataian
Batin batang serako batin igal
Batin palas dan batin mandah
Di ranah mambang panglima indragiri
Bertahtalah pengulu guntung hilir
Penghulu roba didarat pekanheran
Pengulu rambahan pengulu rantau bakong
Pengulu redang pengulu pasirringgit
Pengulu danaubaru pengulu barangan
Pengulu jahpura pengulu petalongan
Pengulu pasirkeranji pengulu kelampaian
Pengulu merung dan pengulu sawar
Di hulu indragiri berinduk ke kampar
Mamak besar memerintah negeri;
Datuk laksamana
Datuk kampar
Datuk bintara
Patih jambuana
Pucuk rantau
Raja bilang bungsu
Rumah panjang batin pelabi
III.
Bila saat duduk di tepian
Ketika mamak turun dari kayangan
Melangkah jauh sampai selensen
Tekenanglah yang lama lama
Hati sedih jadi gelora
Muka berkerut hilanglah canda
Berbekal tombak lembing tajam
Bertataran sagar ulu jantan
Tabuh bergentang pulut pulut
Gendang berdentang kulit tuma
Pasak pasalaguri menyirat alam;
Waktu bertiang teras
Jelatang berbandul batang bayam
Berkasau tulang pantau
Beratap sisik badar
Bagi menjelajah padang
Peratas akar kalimunting
Menumbai pohon sialang
Madu terserak dibagi bagi
IV.
Musuh bukan dalam selimut
Menggunting taklah dalam lipatan
Menohok jangan teman seiring
Jalan bertiga saling waspada
Di balian datuk perpatih dan ketemanggungan
Dua matahari nan bercahaya
Satu terang meluluhkan
Yang lain panas hati mendendam
Parpatih nan sabatang beraliran lurus
Datuk temanggung berjiwa cadas
Buku berpisah dari jari
Ruas berpisah dari buku
Parpatih arif dan bijaksana
Tuah kata dalam negeri
Ketemanggungan bak timah panas
Rambut berdiri bersulut api
Melepuhkan semua kerak tanah
Parpatih ke timur tumanggung di utara
Sungai mengalir berwarna beda
Tumbuk padi tumbuk lalang
Terbujur lalu terbelintang patah
Parpatih datar mengulas senyum
Semut terpijak tidak mati
Alu tertarung patah tiga
Besi dikeping jadi tanah
Umbut rotan berbagi sama
Tumenggung tembaga dalam negeri
Daripada berputih tulang
Lebihkan baik berputih mata
Besutan di mata beraja di hati
Di tanah yang batingkah
Keduanya menaruh marwah
Tiga dusun di batang kuantan
Tiga negeri di batang hari
Tiga tepian di batang kampar
Api ranah berkecamuk bara
Datuk temanggung berpantang mata
Beliak jauh ke ujung talang
Rajo adil rajo disembah
Rajo batil rajo disanggah
Di kelayang dusun pematang reba
Akulah pemilik tanah batingkah
Bersusur tanah menyelam dalam
Belum terkilat tahu wajahnya
Parpatih nan sabatang raja maharaja
Penguasa puak tiga lurah nan sembilan
Pengatur tiga tungku sejarangan
Menganyam tali tiga sapilin
Tanah dan hutan adalah ibu
Memisahkan aku dengan tanah
Sama dengan mencabut rohku
Tahun yang beratus menjadi saksi
Hidup dan mati anak kemenakan
Temanggung menyebar ilmu bertingkat
Picak bertempat tempat
Pematang sawah tidaklah sama
Bertingkat jenjang bertapik bendul
Tahu dengan kata yang empat
Mendaki mendatar menurun melereng
Terkurung nak di luar
Terhimpit nak di atas
Jalan bertiga nak di depan
Parpatih mengajarkan keselarasan
Bulat air dek pembuluh
Bulan kata dek mufakat
Pergi tampaklah muka
Pulang tampaklah punggung
Orang besar tempat bertanya
Orang kecil tempat berberita
Ke gunung sama mendaki
Ke lurah samalah menurun
Perpatih bersebahat dengan paderi
Temanggung memegang kitab adat
Tujuh tahun tujuh bulan tujuh hari
Sungguh lama tak bersebati
Pecahlah perang dan harga diri
Siang dah menjadi malam
Malam dah berpindah alam
Baju ganih dah tak lagi memutih
Delta hitam berubah merah
Besosoh ilmu sampai mati
Beradu tombak menikam hati
Berkilat pedang menyayat dada
Bersilat lidah mencari pengaruh
Berhenti tak menangpun tidak
Berkuah darah membela kehendak
Beraja di hati tak kenal peri
Bersutan dimata sampai hati
Untuk sebuah kesiasiaan
V.
Waktu memisah jantung berhenti
Hari bermusim berganti silih
Di dusun panas marapalam
Di tepian pintu angin damasraya
Diujung pisau hanyut bunga reteh
Lahir adat bersendi syarak
Syarak bersendi kitabullah
Syarak mengato adat memakai
Suku tuha menuai ungkai
VI.
Alam menyatu buluh menuai
Tumbuhlah jernang jelutung dan balam
Sudah gaharu rotanpun jadi
Di lubuk larangan di hutan adat
Di sialang beritual dengan peri
Adalah suku tuha menempa diri
Kayu dan getah yang dipuja
Adalah roh mengejar matahari
Melantak dan menuhai malam hari
Pelangkahan dengan matera mantera
Juragan silih memilih waktu
Adalah madu kelat suku tuha
Lubuk larangan jangan disauk
Hutan dibasuh dengan nafsu
Kemenyan dibakar jampi jampi
Tiang layar berkain putih
Kewajiban adat pemagar diri
Jangan khianat ke anak talang
Siang malam menunggu keramat
Di rimba rotan alam puaka
Sampai menegang urat nadi
Mengalir roh ke nadi darah
Sampai rotan akar menjadi
Bermartabat di suku tuha
Di tanah kami berladang
Melambas hari seharap izin
Mahimbau petala minta petunjuk
Menjulung tanah mengobat luka
Pantang membakar dan menebang
Adalah syariat suku nan wajib
Ketika mamak tuha dilanda bala
Merentaklah bulian dan arai pinang
Tanamlah sitawar dan sidingin
Menggelar tarian menjelang dinihari
Melingkar lingkar meminta petunjuk
Tak akar rotanpun jadi
Jika rindu pasanglah pekasih
Ketika merugi pasang pitaruh
Ketika bersilat pasang pitunduk
Hadapi musuh dengan pegantar
Memuja roh dengan perekat
Suku tuha merentak bulian
Di tanah keramat jangan menghina
Padah memakan buluh dan jiwa
Dari kuala sungaitunu ke tiangraya
Dari sungailimau ke kuala penyabungan
Dari benuawan ke pulau sijaram
Jerat melapun ke lampu aceh
VII
Hukum suku tuha adalah panglima
Biar mati anak daripada mati adat
Setahil sepaha yang paling rendah
Dua tahil sepaha untuk yang sedang
Empat tahil bagi seperdua emas
Tujuh tahil berimbang balas
Menghitung dengan sangat pantas
Airmolek, 09.2016
DHENI KURNIA; Lahir di Airmolek, Indragiri Hulu, Riau. Sastrawan dan Wartawan Indonesia ini, memenangkan Buku Puisi Terbaik pada HPI (Hari Puisi Indonesia) 2018 dengan judul BUNATIN. Sedang Buku Mantra Puisi Roh Pekasih, juga masuk Buku Unggulan di HPI 2017. Sedang buku Olang 2, mendapat penghargaan dari University Sultan Azlan Syah (USAS) , Perak, Malaysia
Sebagai Wartawan, pernah menjadi Wakil Ketua PWI Jambi (2000-2005), Ketua PWI Riau 2007-2017 (dua priode). Saat ini dipercaya pula menjadi Ketua JMSI (Jaringan Media Siber Indonesia) Riau priode 2020-2025.
Pernah membacakan puisi dan membawa kesenian Talang Mamak, Inhu, ke beberapa negara ASEAN, Amerika Serikat, China dan beberapa negara di Eropa.
Puisi Suku Tuha diciptakan tahun 2016, berkisah tentang sejarah dan falsafah Suku Talang Mamak di Indragiri Hulu, Riau, yang diperkirakan sudah ada di Indragiri pada abad-abad Sebelum Masehi.
Untuk pemuatan karya sastra (Puisi, Cerpen, Pentigraf, Esai, Pantun, Kritik, Resensi, Peristiwa Budaya, dan tulisan sastra lainnya) silakan dikirim melalui surel:
redaksi.tirastimes@gmail.com