Pengasuh : Bambang Kariyawan Ys
JALAH SUTAR
Seperti air
Mengaliri lahan-lahan kerontang
Dari hulu hingga ke hilir
Mengucur simpati
Walau belukar sudah menjadi rimba
Setetes air kehidupan membasuh
Ladang ingatan yang mati obor
Dalam lubuk jiwa papa
Nama seharum bunga mawar
Biar tangan pemecah batu
Tertusuk duri di tangkainya
“Jadilah sumber mata air!”
‘Pabila lupa kembali ke muara
Tinggalkan pakaian yang hanyut
Di derasnya aliran arus Senayan
Cikarang, 17 September 2020
***
SYAIR SANGKAKALA
Kala langit terisak pedih
Gemuruh meraung lirih
Gending lengger menyumpal telinga
Di malam yang pekat, manusia
Terjerat gairah tabu
Berbaur dalam libido durja
Seketika bumi bergetar
Pengamunamun diterbangkan
Guncang tubuh yang alpa
Malam terkoyak habis
Tangis Legetang bernapas sesak
Dalam kubangan lumpur dosa
Alam hijau berbatas cakrawala
Sekejap mata rata dengan tanah
Jiwa-jiwa hampa
Berpulang singgasana derita
Cikarang, 18 Oktober 2020
***
ANJING BERKALUNG SORBAN
Mengaji berpuluh abad
Hanya membaca dan menghafal
Beribu ratus ayat, hadits dikhatamkan
Mengingat dunia, alpa ngaji diri
Berhari-hari berguru ke maha guru
Menafsir makna tersirat dan tersurat
Hanya melipat-lipat surat bagus
Dijual pada korporat, otoritas apatis
Menuhankan yang diciptakan Tuhan
Jiwa kubur, ingatlah!
Ia tidak akan pernah berubah
Banjarnegara, 23 Desember 2020
***
SECANGKIR KOPI POLITIK
Teraduk sudah segala rasa
Diaduk-aduk pula negeriku Indonesia
O tuan-tuan penikmat kopi Senayan
Sepakat apa bagimu luka ibu?
Hingga taburan kristal putih menjadikanmu
Manusia adiktif pecandu di tanah moyang
Bergelas-gelas kopi mengubah wajah pembawa amanat
Semakin berpenyakit juga ada yang bergelar raja gila
Ah, bukankah secangkir kopi menuangkan gagasan segar
Kini aku mengerti, tak selamanya hitam itu gelap
Di tempat tersudut pun terdapat celah ‘tuk menghapus
Jejak ampas kopi yang berceceran
Banjarnegara, 27 Desember 2020
***
BATU BERTULIS
Mata waktu membaca peradaban dunia
Telinga angin mendengar dan mengabarkan
Apa yang ditulis debu sejarah
Jejaknya beriwayat di tanah nusantara
Ciaruteun, Yupa, Candi Jiwa, Pasir Awi, Cidanghiang
Mencatat siklus panjang perjalanan leluhur
Di Telaga Batu, Kota Kapur, Karang Berahi
Mengurai kata dalam makna elusif
Dapatkah tangan-tangan zaman mengabadikan batu bertulis
Sebelum punah terkikis cuaca di bumi nusantara?
Banjarnegara, 3 Februari 2021
***
DARI BUMI KENDAGA
Dari bumi Kendaga
Aku baca sajak matahari
Dalam gelisah sepi selimut cuaca
Karena angin tak dapat ditangkap, asap tak dapat digenggam
Biar waktu yang mengungkap setumpuk tanya di kesunyian
Semoga bunga teratai yang kau petik di telaga kasih abadi
Terjaga sampai batas cahaya memudar?
Dari bumi Kendaga
Aku tulis prosa anggrek merah
Masihkah getarnya rasa mengingat satu nama?
Seperti embun yang meneteskan kesetiaan pada daun keladi
Lalu rebah di dada bumi
Aku pun tabah menanti mekarnya wijaya kusuma
Dalam percakapan musim
Bara, 15 Februari 2021
***
YANG TAK TERLUPAKAN
Mengapa kau tanam bunga api di taman belakang
Bukankah hujan dapat memekarkan cerita pada sebuah masa
Di mana harum kenangan menyerbak ke dalam lubuk
Air mataku takkan surut, sebab darah masih menganak di kolam mata
Sedang waktu tidak mungkin menghidupkannya kembali
Pohon kamboja yang tumbuh di pelataran sukma
Menjadi tugu peringatan yang tak terlupakan
Semakin senja, langkahku tersaruk ke dalam rimba badai
Apakah aku teramat dingin untuk memecahkan batu-batu dendam?
Mengapa kau lempar mawar ke pusara lalu durinya
Kau tinggalkan di mata, di jantung yang tak pernah kulupakan dalam kepala
Kota Api, 16 Februari 2021
***
Suhendi RI, lahir di Bekasi 1986, saat ini aktif berkegiatan sastra di KPB (Kelas Puisi Bekasi). Podium (2015) kumpulan puisi tunggal yang dicetak oleh penerbit Rose Book.