Seorang penyair dari Vietnam, Nik Mansour Nik Abdul Halim, melukiskan secara deskriptif keadaan ketika sebuah kebakaran melanda sebuah negeri. Katanya:
Orang-orang tua terkulai
Gajah-gajah berdiri lunglai
Lihatlah, asap hitam naik dari jauh
Orang-orang membakar tunggul
Lihatlah, asap putih naik ke langit
Orang-orang mengoperasikan pabrik
Tanah basal gundul dan berdarah
Langit merah darah
(Puisi Darah dari Hutan).
Sementara itu, penyair Patani Thailand, Phaosan Jehwae, menggugat perangai penyelenggara negara, baik itu politikus maupun para pemimpin daerah dan pemimpin negara, yang dikatakan hanya mengutamakan pendapatan asli daerah atau pemasukan anggaran negara ataupun perbuatan memperkaya diri sendiri dengan cara-cara rasuah.
Rasuah dan politikus
Mengubah jalan menjadi sungai
Mengubah sungai menjadi gurun
Mengubah bukit hijau menjadi padang pasir
Mengubah udara segar menjadi asap beracun
Mengubah manusia menjadi iblis
Mengubah dunia menjadi neraka
(Puisi: Rasuah)
Penyair emas dalam antologi puisi ini, Rida K Liamsi, dalam puisi pendeknya, yang berjudul Ratap Azab Asapmenyindir para ekonom yang hanya mementingkan keuntungan semata tanpa memperdulikan dampaknya atas lingkungan hidup, dalam jangka panjang.
Pagi ini ekonomi memerlukan
Ceritera untuk manaikkan marginnya
Devisa kita sedang sekarat dan memerlukan nyawa anakmu
sebagai story portopolionya
Tanamlah sawit
supaya kau tak hanya merasa pedih kehilangan buah hati
Kau perlu juga ceritera untuk medsosmu
yang backbonenya dibayar
Dari ratap azab asap mu
(Puisi: Ratap Azab Asap)
Kepada semua penyair yang telah lolos, kami ucapkan selamat dan atas kebersamaan kita selama ini dalam berlayar di perahu perpuisian, akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Perlawanan kaum penyair memang tidak akan segarang kalau kawanan buruh dan mahasiswa melakukan perlawanan, apalagi kalau tentera ! Namun memperbaiki tabiat negara, kesantunan dan keadaban negara, sedikit banyaknya, dapat dilakukan oleh kaum seniman ini.
Negeri Busthanul Katibin, 16 September 2019