Mengintip Pesan Puisi Advokatif Husnu Abadi: Catatan Shafwan Hadi Umry

166

Manusia penyair yang satu ini cukup tangguh dalam menyuarakan puisinya ke khalayak pembaca sastra. Diksi dan pilihan ungkapannya begitu terjaga. Misi puisinya sampai ke hati pembaca dan meninggalkan keharuan yang abadi.
Husnu Abadi seorang dosen dan penyair Riau memilih tematik puisi yang berkaitan dengan dunia keadilan dan advokasi kemanusiaan. Sebuah puisinya bertajuk “Catatan Harian Paman Hoo Ketika Berziarah ke Pulau Galang dan Meninggalkan Air Mata untuk Rempang” menjadi sorotan dan membuktikan hal itu.

Ia pun menulis dengan nada masgul. ”di sini, di pulau Galang/Kami dihidupkan dan diberi harapan/Kami dimanusiakan dan diberi kesempatan untuk menambah usia//

Puisi ini mencatat peristiwa manusia Vietnam yang mengungsi akibat revolusi dan huru-hara di negerinya. Negeri yang berkelahi yang mengakibatkan perang saudara berkepanjangan. Media dan televisi Asia hampir setiap malam menayangkan “Perang Vietnam” yang kontroversial –sebagian mengakui sebagai pemenang dan pihak lain mendaulatkan patriotis kemenangan.

Sebagai negara tetangga yang bijak, Indonesia perlu mencari solusi untuk menyelamatkan rakyat negara tetangga yang diamuk perang saudara. Prinsip hidup berdampingan secara damai dan ikut aktif membangun perdamaan dunia. Sejumlah orang-orang diungsikan ke pulau Galang (Indonesia) setelah berangkat dari negeri leluhurnya dengan menaiki perahu. Jadilah mereka “manusia perahu” dan bermukim di pulau Galang Indonesia.

Manusia perahu di balik simbolisme Husnu Abadi adalah manusia yang meminta suaka untuk mempertahankan hidup dari serangan musuh dan kedinginan terutama logistik dan keadilan.

Penyair menulis: Setelah tigapuluh tahun kemudian, aku pun sampai di sini/menatapmu satu persatu, sisa-sisa masa lampau yang hitam. Perahu, poliklinik, gereja tua, pusara, kamar mandi, jeruji besi, dapur umum/Dan di sebelah sana ada lapangan olah raga, parit kecil air mengalir.

Penyair Husnu tidak melupakan nostalgia manusia perahu dan kini berulang yang menimpa bangsanya sendiri dalam peristiwa pulau Rempang. Husnu menyampaikan pesan kemanusiaan kepada pembaca:

Tulisan Terkait
Berita Lainnya

Di sini di pulau ini, pulau Galang
Kami dihidupkan dan diberi harapan
Kami dimanusiakan dan diberi kesempatan untuk
Menambah usia
Kami dimanusiakan karena memang kami manusia
Yang bernasib malang
Yang dinista
Yang dihina oleh bangsa kami sendiri

Penyair secara bijak mengakhiri puisinya, Paman Ho menulis di buku tamu penziarah/Kami, orang-orang perahu, telah dimanusiakan di sini/ Kami orang-orang usiran, telah dihidupkan di sini.

Penyair yang bergelar Doktor Ilmu Hukum (UIR) ini pun menghubungkan peristiwa Paman Ho dengan peristiwa Rempang (2023) yang menggemparkan masyarakat Indonesia menjadi peristiwa nasional tentang ‘penggusuran orang Melayu Rempang untuk konsumsi pembangunan

Dengan pesan deklaratif bernada imperatif, Husnu menulis:

Maka janganlah engkau nistakan
Maka janganlah engkau deritakan
Orang-orang tua kami di Rempang ini!

Demikian sebuah puisi Husnu Abadi menyampaikan deklaratif puitik yang advokatif untuk kemanusiaan.***

Medan, 11 Oktober 2024

Berikan Tanggapan

Alamat surel anda tidak akan dipublikasikan