Antara Kita, Genosida ZiON1ST, dan Duka Anak-Anak Palestina: Catatan Nafi’ah al-Ma’rab

224

Senin pagi (23/10), Stasiun Televisi Al Jazeera dalam akun resmi Instagram mereka merilis sebuah berita ngilu tentang anak-anak Palestina. Sebuah video menunjukkan lima orang anak perempuan Palestina yang sedang bermain ‘syahid-syahidan.’ Empat orang temannya menggotong seorang anak perempuan dalam sebuah kursi duduk. Anak itu dianggap syahid, dan teman-temannya yang lain berseru,” dia syahid, dia dicintai Allah,” ujar anak-anak itu sambil tertawa-tawa. Lokasi permainan mereka di sebuah rumah sakit yang menampung para korban dan pengungsi.
Sehari sebelumnya, (22/10), Al Jazeera juga merilis berita yang sudah viral sebelumnya, yakni tentang aktivitas anak-anak Palestina yang dengan riang gembira membuat tulisan nama mereka di pergelangan tangan. Nama-nama itu dituliskan agar jika sewaktu-waktu mereka syahid, maka mudah bagi keluarga untuk mengenali mereka.
Dua hari sebelumnya, rilis berita tentang anak Palestina juga dipublikasikan di Al Jazeera. Dua anak yang terlihat diam di rumah sakit. Saat ditanya mengapa mereka murung, anak-anak itu mengatakan ayah dan ibu mereka syahid. Mereka bersedih dengan diam dan murung, tanpa adanya air mata. Barangkali air mata itu sudah habis sejak puluhan lalu, sebab kini yang tertanam di hati mereka adalah kekuatan akidah yang mengakar. Bahwa tak ada yang meninggal sia-sia, mereka syahid dan mereka menanti-nantikan kesyahidan itu.
Dalam konten berita-berita lainnya, anak-anak benar-benar menjadi objek paling dikorbankan dalam genosida penjajah ZiON1ST. Data kematian anak-anak hingga (22/10) tercatat sebanyak 1873 anak-anak syahid dari total syuhada sebanyak 4.651. Selain itu, angka kematian yang signifikan dari kalangan wanita juga cukup tinggi, yakni sebesar 1.023 orang. Seorang anak Palestina dengan lugunya di lokasi pengungsian mengatakan, ‘aku rindu rumahku, aku ingin pulang.’ Sedangkan anak-anak lainnya yang kehilangan ayah ibunya, mereka bertanya kepada dunia, di mana Muslim, di mana Arab? Kenapa mereka tidak melihatnya.

Antara Anak-Anak Kita dan Anak-Anak Palestina

Berita Lainnya

Cerita anak-anak Palestina dalam hujan peluru di atas menjadi argumen paling minimal untuk kita peduli dengan Palestina. Pasca Biden dan Kongres Amerika Serikat sepakat akan memberikan bantuan kepada $14 miliar kepada Israel, serangan darat pun mulai digencarkan oleh ZiON1ST.
Namun, dalam penuturan juru bicara Al-Qassam Abu Obaidah, serangan darat yang pertama dari pasukan penjajah dapat dipatahkan. Israel gagal menyerang di jalur darat pada tahap pertama.
Baiklah, orang-orang di Palestina dari semua agama sedang bersatu menghadapi serangan penjajah dengan kekuatan doa, dan keyakinan agamanya masing-masing. Kehancuran 31 masjid dan 3 gereja di Gaza menjadi bukti nyata kebencian ZiON1ST terhadap masyarakat beragama. Selanjutnya bagaimana kita?
Di tengah ‘anak-anak’ Indonesia sedang asyik bermain bersama ‘paman’ lalu mendapatkan legacy kekuasaan secara mudah dan sim salabim, refleksi yang paling nyata perlu kita perhatikan adalah tentang anak-anak Palestina.
Anak-anak Palestina adalah simbol makna perjuangan yang sesungguhnya. Perjuangan hidup, perjuangan harga diri, perjuangan keyakinan, perjuangan integritas dalam menjaga dan mempertahankan negerinya. Anak-anak seperti itulah yang akan tumbuh menjadi kekuatan besar di sebuah negeri.
UNICEF di Palestina dalam siaran persnya (14/10) menyatakan kekhawatiran mereka pada penghancuran anak-anak di Palestina melalui perang yang terjadi saat ini. Secara sengaja perang itu bisa saja dilakukan sebagai upaya mematikan generasi para pejuang di masa akan datang. Sebagian besar mereka yang ada di Gaza adalah kalangan anak, maka genosida terhadap Gaza sebenarnya adalah pembantaian terhadap anak.
Genosida terhadap anak-anak Palestina adalah kejahatan dunia yang harus disuarakan. Namun, sayangnya kita lebih banyak diam. Kita lebih tertarik menyaksikan drama ‘anak-anak’ Indonesia di kancah politik yang membuat twist-twist miris. Mari bersuara, setidaknya untuk anak-anak dan rasa kemanusiaan.

(Nafi’ah al-Ma’rab adalah nama pena dari Sugiarti. Penulis adalah penggiat literasi di Forum Lingkar Pena dan tercatat sebagai mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Riau).

Berikan Tanggapan

Alamat surel anda tidak akan dipublikasikan