Kumpulan Puisi Air Mata Musim Gugur Karya Fakhrunnas MA Jabbar (2)

74
Tulisan Terkait

Rempang: Husnu Abadi

Loading

Mosaik Pepohonan

Pernahkah kau lihat bagaimana
pepohonan melukis dirinya dalam bayangan lindap mentari
dan awan yang berlari
begitulah kusaksikan dari langit
kala terbang laksana burung-burung yang
rindu sarang untuk pulang

mosaik pepohonan bagai lukisan yangan
terjelma atas kegendak Ilahi tanpa ingin
tak sesiapa
sungguh aku tersergam kala cahaya
kian memperindah gerak dedaunan
dan letak ranting yang berdenting jatuh satu-satu
mengabadikan musim gugur ini
di sini

sekelebat asap putih menggores cuaca
di lindap mentari dan awan yang berlari
tapi dedaunan hijau satu-demi satu berubah warna dan rupa
menjadi kian mersik dan menguning
masih saja menghembuskan oksigen
melapangkan paru-paru buat siapa

negeri ini masih hijau
setidak tidaknya menyisakan ruang napas
agar orang-orang tak pingsan tiba-tiba
tersedak kepulan asap pabrik
atau sinar ultraviolet yang menusuk
di celah ozon yang koyak
secara pelan-pelan

milan-roma, 26 okt 2014

***

Sungai Yang Mengalir itu

setiap kumendatangimu di beranda kota
desak riak yang dihembus angin tanpa keluh sedari dulu
kian menyadarkanku
hidup adalah sungai yang mengalir
dedaunan yang hanyut dan gelombang yang tiba-tiba datang dan pergi
adalah permainan nasib tak terkendali di bion-bion otal siapapun

selalu ada lintasan sungai yang mengalir di segala musim
sekalipun musim dingin yang membekukan molekul-molekul hidrogen
hidup dan alir sungai harus mengalir, begitu katamu selalu
meuju muara dan samudera tak bertepi
seperti nasibku yang penuh teka-teki
sungai ini, mengalirlah terus
di segala cuaca
di segala waktu
tanpa semauku

le sience, paris, 15 okt 2014

***

Para Perempuan mencari Tuhan di Red Light Square

siapa bilang tubuh bisu
para perempuan tak terbungkus baju meliuk dan
merayu dibalik bening kaca
di bawah kerlap kerlip lampu merah ungu
semata mengumbar aurat dan nafsu
kerlipan mata binal menabik syahwat para lelaki
di sepanjang lorong panjang dan lintasan kanal
di bawah tatap bulan malu-malu
semata bermain-main dengan waktu
dan nasib yang beku

seorang lelaku melangkah kaku ke pintu
lalu di balik kaca mendekap perempuan itu
mulut kelu berkata dalam gumam
“apakah tuhanmu yang kau tunggu sudah datang?”
perempuan itu hanya memperkuat pelukan

diantara bentangan kanal di warmmoesstraat
lalu lalang orang dan tatapan malu-malu ratusan pasang mata
rembulan tak kunjung datang padahal kanal-kanal sunyi sudah menanti
tanpa peluh dan keluh
perempuah itu memaki-maki
“enyahlah kau, tuhanku yang baru bakal datang…”

red light square makin dipenuhi lampu
merang ungu dan kunang-kunang
meski rembulan tak juan datang
menyungkup kanal
sampai pagi

amsterdam, 30 okt 2014

***

Kutulis Kata Biar Tembok Bicara

tembok sunyi terbentang bertahun-tahun
memisahkan pikiran dan mimpi
di sepanjang sungai berlin
kala aku datang di musim gugur yang bening
suku 8 derajat pagi hari
kulihat tembok itu kian memanjang
jadi tatapan ratusan orang lalu lalang
sebagian lagi menatap dan membaca
ribuan angka dan aksara
atau siluet dan pecahan tinta
begitulah sejarah dipahatkan

kuikut menulis di tembok itu
kuingin tembok terus bicara seperti yang lain mengenang
biar orang-orang membaca sepanjang masa
hati nurani memang tak terpisahkan oleh senjata ata pedang
begitulah serjarah persaudaraan dipatahkan lalu dipahatkan
tembok panjang penuh coretan warna dan kata
kupasti selalu bicara
walau di bawah kelam
musim gugur ini

tembok berlin, 24 okt 2014

***

Riwayat Pohon-pohon yang Meranggas di Ultrecht

pohon dan kata
jadi bulan-bulanan sunyi semaumu
di ultrecht dalam debar pagi
hampa kini

begitulah riwayat pohon ini
terus dikisahkan di musim gugur
yang baru saja tiba

tapi helai-helai daun itu
meranggas satu demi satu
seperti kata-kata dilaungkan angina tinggi

di tiap belokan
pohon-pohon berderetan panjang
mengikuti salsa para daun dan ranting
terdampar jua
di kaki
di musim gugur ini

utrecht, 19 okt 2014

***

Malam dan Gerimis Gugur di Grote Markt

malam dan gerimis
seperti menyerbu para pejalan kaki
padahal mentari tak ada
burung malam telat pulang
tak kutahu kenapa

di perlintasan kereta
grote markt ternganga
dikulit sunyi
tak sesiapa berkabar
di tengah debar
malam tak pergi

malam dan gerimis gugur di grote markt
siapa mengabariku begitu
sedang kereta terus melaju
dari stasiun malam ke malam
gingga berhenti di sunyi

berlin, 25 okt 2014

***

Biodata : Fakhrunnas MA Jabbar

SPN. Ir Fakhrunnas MA Jabbar. M.I.Kom lahir 18 Januari 1959. Menulis pada lebih seratus media sejak tahun 1975 sampai dengan sekarang berupa cerita anak, esai, kritik, cerpen dan puisi. Buku-buku yang sudah terbit sebanyak 15 buah : 4 Kumpulan puisi tunggal ( Airmata Barjanji, 2005 dan Tanah Airku Melayu, 2007. Airmata Musim Gugur, 2016 dan Airmata Batu, 2017) 4 Kumpulan Cerpen (Jazirah Layeela, 2004 Sebatang Ceri di Serambi, 2006 dan Ongkak, 2010) Lembayung Pagi, 30 Tahun Kemudian, 2017, 3 Biografi (zaini kunin, Sebutir Mutiara dari Lubuk Bendahara, 1993 dan Soeman Hs, Bukan Pencuri Anak Perawan, 1998 dan RZ, Apa Adanya bersama Yusril Ardanis, 2010) serta 5 buku cerita Anak, Menghadiri iven sastra di 15 negara antara lain : Korsel, Perancis, Belanda, Swiss, Azerbaijan, negara-negara Asia, dan sering memenangkan lomba sayembara karya sastra.

Untuk pemuatan karya sastra (Puisi, Cerpen, Esai Kritik Resensi, Peristiwa Budaya dan tulisan sastra lainnya) silakan dikirim melalui surel: redaksi.tirastimes@gmail.com

Berikan Tanggapan

Alamat surel anda tidak akan dipublikasikan

1 Komentar
  1. Amalia mengatakan

    Wow, menginspirasi.