

KOPI DAN HUJAN
Oleh R. Amalia
Ini kisahku di tanggal 14 Februari yang tepat jatuh di hari Minggu. Kata orang-orang, setiap tanggal 14 Februari itu diperingati sebagai valentine day yang berarti hari kasih sayang. Alih-alih mendapat kabar yang menggembirakan, aku malah ditinggal. Tunanganku tak datang di hari kami janjian. Mungkin bagi kalian hal itu terdengar menyedihkan. Namun tidak bagiku. Aku justru merasa senang ketika ia tak jadi datang.
Seminggu yang lalu, aku dan tunanganku membuat janji bertemu setelah sekian lama penantian sebab dia baru pulang dari Negeri Paman Sam. Ia pergi ke negeri itu untuk melanjutkan studi di jurusan arsitek selama kurang lebih tiga tahun. Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar. Tentu saja aku merasa senang saat kami janjian. Hanya saja kami tidak bertemu di rumah. Kami membuat janji bertemu di kafe yang biasanya kami datangi. Kafe itu menyediakan berbagai macam kopi mulai dari yang rasanya pahit hingga sama sekali tak seperti kopi. Kataku aneh-aneh saja. Akan tetapi karena itu juga, aku dan dia berjumpa. Kebetulan dia juga menyukai jenis minuman kopi yang kupesan. Laki-laki yang aneh, tapi aku menyukainya.
Ponselku berdering menandakan ada pesan. Terbaca nama laki-laki aneh itu. Katanya, “Sebentar lagi aku sampai.” Tentu saja aku harus menyiapkan diri semenarik mungkin. Sesekali aku memperhatikan tempat duduk di sebelah. Tempat duduk itu dulunya adalah tempat duduk yang suka kami tempati. Sayangnya, tempat duduk itu duluan dipesan. Sementara itu, waktu berlalu melewati setengah jam dan terus bertambah hingga satu jam. Laki-laki aneh itu yang tak lain tunanganku tak kunjung datang. Nomornya pun tak bisa dihubungi. Aku curiga jangan-jangan dia nge-prank. Namun setelah kutelpon orang rumahnya, tunanganku seharusnya sudah tiba. Hujan yang turun pun membuatku gelisah sampai kudapati sebuah story WA darinya yang aktif baru-baru ini menyatakan bahwa dia akan segera bertemu dengan seseorang yang tidak disukai. Mendadak darahku mendidih.