Peran Guru Pada Masa Pandemi – Elida Vaqlia, S.Pd

74
Tulisan Terkait
Berita Lainnya

Loading

Pengasuh : Bambang Kariyawan Ys

Peran Guru Pada Masa Pandemi

Elida Vaqlia, S.Pd
Guru Sejarah SMAS Cendana Mandau

Sejak Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi global dan negara menetapkan status darurat nasional,  membuat pemerintah memberlakukan Bekerja dari Rumah sejak Maret lalu. Hal tersebut membuat iklim pembelajaran yang semula didominasi klasikal menjadi non-klasikal atau dengan Pembelajaran Jarak Jauh.

Ternyata dengan adanya wabah ini mampu mempercepat proses perubahan iklim pembelajaran termasuk semua sekolah baik sekolah menengah umum maupun universitas  dan semua pihak dipaksa beradaptasi dengan cepat termasuk metode dan cara perkuliahan maupun praktikum. Semula rapat mesti tatap muka sekarangpun menjadi teleconference.

Faktanya tidak semua guru berkesempatan mengikuti pelatihan e-learning yang diselenggarakan sebelumnya karena jumlah peserta yang mengikuti pelatihan terbatas. Namun ternyata kondisi pandemi membuat percepatan semua pihak untuk mengenal sistem belajar daring yang sebelumnya cukup asing bagi semua pihak. Termasuk presensi digital yang belum diterapkan maksimal namun sejak terjadi bekerja dari rumah ini menjadi hal yang biasa dan mesti dilakukan sebagai pengganti daftar hadir belajar manual.

Baca Juga

Kini pembelajaran yang biasanya on-site menjadi online. Biasanya tatap muka menjadi tatap layar. Semua interaksi menjadi serba digital. Jaringan internet dan tentunya keberadaan kuota menjadi tulang punggung semua proses tersebut. Kondisi Work from Home dan Study from Home memaksa semua pihak untuk berupaya memaksimalkan proses pembelajaran. Karena masa menunggu sampai batas waktu yang tidak dapat ditentukan dengan pasti  kapan akan berakhir. Maka semua pihak harus memutar otak mancari cara menggunakan alternatif proses kegiatan belajar-mengajar yang dirasa terkesan “mendadak” serba digital. Siap tidak siap harus dihadapi. Walaupun di dunia pendidikan semestinya hal ini bukan hal baru, mungkin hanya saja kita yang terlambat mengetahui dan mengaplikasikan.

Pendidik meyakini bahwa siswa milenial tak asing dengan kehidupan serba digital bahkan sejak lahir sudah terpapar dengan teknologi digital ini, ternyata peserta didik sangat mudah beradaptasi. Bahkan dengan sendirinya mereka mampu menyelesaikan segala tugas dari gawai cerdas digenggaman. Justru tantangan ada para pendidik yang mesti segera beradaptasi dengan era digital.

Selaku pendidik ternyata kita harus menyadari bahwa kalaulah hanya ilmu yang ingin kita berikan kepada peserta didik, ternyata semua hal mereka bisa dapatkan dari genggaman tangan mereka dengan cepat. Semua informasi bisa mereka peroleh dari berselancar di mesin pencarian bahkan tutorial dan penjelasan materi, informasi dan gudang ilmu sangat terbuka luas di media social seperti youtube dan sebagainya.

Dahulu peserta didik mencatat di papan tulis lalu semua teman sekelas menyalin ke dalam buku catatan mereka. Catat Buku Sampai Habis. Guru ceramah panjang lebar, peserta mendengar sampai mengantuk. Zaman sudah berubah, maka cara mendidik perlu disesuaikan dengan era dan zamannya. Gap zaman pembelajaran antara peserta didik yang milenial dan pendidik yang merupakan imigran teknologi digital harus diminimalisir.

Tentunya harus menjadi renungan seorang guru. Kalaulah sekedar pintar dan pandai, teknologi internet mungkin bisa jadi lebih pintar bahkan mampu menyajikan dan memberikan segala macam hal informasi yang dibutuhkan. Lalu apa peran pendidik yang membedakan dari gawai cerdas di genggaman mereka? Melalui hal itu tampak lebih efektif. Bertanya kepada guru  tidak lagi menjadi pilihan, karna google dan search engine lain sepertinya lebih cepat menjawab. Benarkah sepenuhnya demikian?

Bagaimanapun ternyata peran guru sesungguhnya tidak bisa digantikan dangan teknologi. Karena guru bukan sekedar sumber ilmu pengetahuan, melainkan mesti menjadi contoh dan teladan yang mentransfer adab dan tata nilai. Keberadaan fisik seorang guru tetap dibutuhkan oleh peserta didik dalam proses belajar mengajar karena fungsinya tidak hanya menyampaikan materi dan transfer ilmu namun mendidik karakter serta mengajarkan bagaimana memaknai dan menjalani hidup dengan lebih baik. Hal yang perlu direfleksikan, bahwa hal penting dalam hidup seperti tanggung jawab, kedisiplinan, rasa empati kepada orang lain, jujur, kerja keras, saling menghormati, mencintai sesama manusia, kesederhanaan, keikhlasan, dan lain-lain tidak bisa ditemukan bahkan dalam hal yang smart sekalipun. Hal itu hanya didapat dari keteladanan dan pembiasaan karakter. Itulah peran sejati guru yang di gugu dan ditiru sesuai dengan semboyan Ki Hajar Dewantara yakni Ing Ngarso Sung Tulodho Ing Madya Mangun Karsa Tut Wuri Handayani yang artinya seorang guru menjadi teladan, memberikan semangat atau motivasi dan memberikan kekuatan. Apabila semboyan itu dilaksanakan maka akan memberi pengaruh positif terhadap anak didiknya.  Jadi peran guru tak mampu di gantikan oleh teknologi manapun.

Era digital ini justru sangat membutuhkan peran guru dalam memfilter informasi kepada para peserta didik. Oleh karena itu, menjadi tantangan pendidik yang dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman terutama era digital ini membuka inovasi dalam mengajar. Pendidik mestinya tidak enggan dan segan untuk mencoba platform digital, melalui platform digital pembagian tugas menjadi semakin mudah dan juga menjadwalkan proses pembelajaran lebih mudah dengan adanya Learning Management System tersebut.

Peserta didik juga mudah mengaksesnya melalui jaringan media sosial yang sudah dibuat dalam platform digital tersebul. Siswa merdeka belajar dari manapun dan kapanpun. Selain itu, dengan platform digital ini pemantauan kepada para peserta didik menjadi mudah termasuk dalam memantau aktivitas kelas, kedisiplinan mengumpulkan tugas, pencataan perkembangan peserta didik bahkan pengaturan deadline dan scoring dapat secara otomatis. Laporan tersebut akan tersimpan secara otomatis dalam drive online yang bisa diakses kapan dan dimana saja selama ada akses internet. Tentunya menghemat waktu, terutama paper less dalam pengumpulan tugas.

Menjadi pendidik di era digital menghadapi generasi milenial ini ditantang untuk membangun komunikasi yang efektif, tidak terlalu lama berbicara satu arah. Maka perlu mempersiapkan presentasi menjadi menyenangkan, desain yang menarik dan bahkan penampilan style fashion pun mesti tidak membosankan, formal namun casual sehingga lebih fresh turut menjadi tantangan. Selain menjadi praktis dan membangun komunikasi efektif selanjutnya adalah mesti memanfaatkan teknologi dimulai dari hal yang sederhana misalnya menggunakan daftar hadir/presensi digital otomatis, membagikan materi menggunakan platform berbasis teknologi cloud computing sehingga efektif untuk pengajaran dan memudahkan peserta didik berkomunikasi dengan pendidik. Selanjutnya perbanyak diskusi dengan membuat kelompok-kelompok kecil lalu diberikan pertanyaan menarik untuk didiskusikan bersama. Ini dapat diberikan setelah pendidik memberikan materi di awal kelas. Saat disuksi peserta didik diizinkan browsing dan berselancar terkait topik melalui sumber kredibel dan relevan. Menjadi tantangan untuk menciptakan interaksi antar peserta didik dan kelompok agar suasana diskusi menjadi lebih hidup. Tentunya hal ini juga untuk meningkatkan skill berbicara didepan orang banyak. Kemudian berikan contoh yang relevan agar membantu peserta didik mencerna materi lebih mudah.

Jadi, teknologi diciptakan untuk melengkapi dan membantu manusia dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya, namun bukan untuk menggantikan perannya secara keseluruhan apalagi guru sang pendidik generasi yang berperan dalam pengajaran dan pendidikan.

Ada sebuah pelajaran yang dipetik dari dunia pendidikan di tengah pandemi covid-19, yakni kegiatan belajar tatap muka dengan guru terbukti lebih efektif ketimbang secara daring (online).Selamanya profesi guru tidak akan tergantikan oleh teknologi,”. Pembelajaran penuh secara daring, akhir-akhir ini banyak menimbulkan keluhan dari peserta didik maupun orangtua. “Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat. Bagaimanapun, pembelajaran terbaik adalah bertatap muka dan berinteraksi dengan guru dan teman-teman. Melalui proses belajar mengajar secara tatap muka, siswa mendapatkan nilai-nilai yang tak bisa didapatkan melalui pembelajaran daring. Nilai-nilai tersebut antara lain proses pendewasaan sosial, budaya, etika, dan moral, yang hanya bisa didapatkan dengan interaksi sosial di suatu area pendidikan.

Perlu kita ketahui bahwa tidak sedikit guru yang mendapatkan keluhan dari orangtua terkait kondisi anaknya yang enggan atau malas untuk belajar, sehingga tugas-tugas yang harusnya dikerjakan bisa menumpuk setiap harinya.

Pembelajaran terbaik adalah pembelajaran yang dilakukan dengan tatap muka secara langsung dengan guru dan teman-teman. Proses ini memiliki nilai tambah pada siswa seperti proses pendewasaan sosial, budaya, etika, dan moral. Nilai-nilai ini hanya didapatkan dengan interaksi sosial di suatu area pendidikan”. Hal ini tercantum  Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 dijelaskan bahwa peran guru adalah “pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah”.

Pendidik yang dikatakan professional pastilah mempunyai kompetensi, baik itu kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional.

Berikan Tanggapan

Alamat surel anda tidak akan dipublikasikan